Fakta Menarik: BI Pangkas SRBI Rp140 Triliun, Ini Dampak Pelonggaran Likuiditas BI untuk Dorong Kredit
Bank Indonesia terus melakukan Pelonggaran Likuiditas BI secara bertahap, termasuk pemangkasan SRBI, demi mendorong penyaluran kredit perbankan. Bagaimana dampaknya terhadap ekonomi?

Bank Indonesia (BI) secara konsisten melanjutkan kebijakan pelonggaran likuiditas secara bertahap dan terukur. Langkah strategis ini bertujuan utama untuk mempercepat transmisi suku bunga acuan serta mendorong penyaluran kredit perbankan di tengah dinamika ekonomi global. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan stimulus positif bagi sektor riil dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satu instrumen utama yang digunakan BI adalah penurunan outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hingga pertengahan Juli 2025, total posisi SRBI tercatat sebesar Rp782,62 triliun, menurun signifikan dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025. Ini menunjukkan pemangkasan SRBI sebesar Rp140,91 triliun dalam kurun waktu tersebut.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menjelaskan bahwa penyesuaian SRBI perlu dilakukan secara bertahap mengingat volumenya yang besar. Kebijakan ini merupakan bagian integral dari upaya BI untuk memperkuat stance ekspansi likuiditas, sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan sebelumnya.
Optimalisasi SRBI untuk Ketersediaan Likuiditas
Penyesuaian posisi SRBI oleh Bank Indonesia dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan dinamika pasar uang. Tujuannya adalah memastikan bahwa likuiditas yang sebelumnya terkunci dalam SRBI tenor panjang, seperti 6, 9, dan 12 bulan, dapat dialihkan ke tenor yang lebih pendek. Ini krusial untuk menjaga fleksibilitas perbankan.
Dengan pengalihan tenor ini, perbankan akan memiliki akses likuiditas yang lebih siap pakai. Ketika ada permintaan kredit yang sesuai dengan profil risiko dan minat mereka, dana tersebut dapat segera disalurkan. BI terus memantau respons pasar uang terhadap penyesuaian ini untuk memastikan efektivitas kebijakan.
Erwin Gunawan Hutapea menegaskan bahwa pemantauan berkelanjutan terhadap pasar uang adalah kunci. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan pelonggaran likuiditas, khususnya melalui SRBI, benar-benar memberikan dampak yang diinginkan pada penyaluran kredit dan stabilitas sistem keuangan.
Instrumen Pelengkap dalam Strategi Pelonggaran Likuiditas BI
Selain melalui SRBI, Bank Indonesia juga memperkuat ekspansi likuiditas dengan memanfaatkan sejumlah instrumen pelengkap. Sejak awal tahun hingga 15 Juli 2025, BI telah aktif membeli Surat Berharga Negara (SBN) melalui pasar sekunder. Total pembelian SBN mencapai Rp102,58 triliun, sebuah langkah yang signifikan untuk menambah likuiditas di pasar.
Pembelian SBN di pasar sekunder oleh BI secara langsung meningkatkan likuiditas dalam sistem perbankan. Erwin Gunawan Hutapea menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari upaya BI untuk menjaga kecukupan likuiditas, di samping operasi untuk menjaga nilai tukar rupiah. Likuiditas yang memadai sangat penting untuk mendukung aktivitas ekonomi.
Untuk lebih mendukung ekspansi likuiditas, BI juga membuka akses repo dan lelang swap valas. Fasilitas ini memungkinkan bank yang tidak memiliki SBN memadai untuk tetap memperoleh likuiditas rupiah. Mereka dapat melakukannya melalui penukaran dolar AS yang mereka miliki, memberikan fleksibilitas tambahan bagi perbankan.
Transmisi Suku Bunga dan Tantangan Kredit Perbankan
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juli 2025, bank sentral memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin, menjadikannya 5,25 persen. Ini merupakan pemangkasan ketiga kalinya sejak awal tahun, dengan total penurunan 75 basis poin, menunjukkan komitmen BI terhadap kebijakan akomodatif.
Penurunan BI-Rate mulai menunjukkan transmisi di pasar uang, tercermin dari turunnya suku bunga INDONIA dan imbal hasil SRBI tenor 6, 9, dan 12 bulan. Namun, transmisi ke suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juni 2025, suku bunga kredit tercatat 9,16 persen, tidak jauh berbeda dari 9,18 persen pada Mei 2025.
Meskipun likuiditas dilonggarkan, pertumbuhan kredit perbankan pada Juni 2025 tercatat 7,77 persen year on year (yoy), menurun dari 8,43 persen (yoy) pada Mei 2025. Bank dinilai masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, meskipun dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,96 persen (yoy). Akibatnya, bank lebih memilih menempatkan dana pada surat berharga dan memperketat standar kredit.