Fakta Pajak E-commerce: Hippindo Dukung Penuh Demi Keadilan dan Dongkrak Ritel Offline
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung penuh rencana pemerintah menerapkan pajak e-commerce demi keadilan dan dongkrak ritel offline. Simak detailnya!

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan dukungan terhadap rencana pemerintah menerapkan pajak e-commerce. Kebijakan ini diharapkan menciptakan keadilan perpajakan bagi pelaku usaha online dan offline. Ini diungkapkan di Jakarta pada Rabu, 23 Juli.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menegaskan bahwa semua pelaku usaha harus memiliki kewajiban yang sama. Hal ini untuk menghindari persaingan tidak adil dengan toko online ilegal yang tidak membayar pajak. Hippindo juga berharap pemerintah bertindak tegas.
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah merancang kebijakan PPh Pasal 22 bagi pedagang e-commerce. Skema baru ini akan menunjuk lokapasar sebagai pemungut pajak. Rencana ini juga akan memberikan pengecualian bagi pedagang dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun.
Mewujudkan Keadilan Perpajakan di Era Digital
Dukungan Hippindo terhadap penerapan pajak e-commerce didasari pada prinsip keadilan perpajakan. Selama ini, peritel fisik merasa dirugikan karena harus membayar pajak, sementara banyak pedagang online tidak. Ini menciptakan disparitas yang signifikan dalam biaya operasional.
Budihardjo Iduansjah menekankan bahwa kewajiban membayar pajak seharusnya berlaku untuk semua pihak. Baik pedagang online maupun offline harus memiliki hak dan kewajiban yang setara di mata hukum. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan iklim bisnis yang sehat.
Persaingan tidak sehat menjadi perhatian utama Hippindo. Banyak toko ritel fisik harus bersaing dengan entitas online ilegal yang menghindari pembayaran pajak. Oleh karena itu, Hippindo mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan tegas, termasuk takedown terhadap toko online yang melanggar.
Mekanisme Baru Pajak E-commerce dan Dampaknya
Kementerian Keuangan sedang memfinalisasi rancangan kebijakan terkait PPh Pasal 22 untuk pedagang di platform e-commerce. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa ini merupakan pergeseran mekanisme pembayaran. Sebelumnya pedagang membayar mandiri, kini lokapasar akan memungutnya.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menjelaskan adanya pengecualian. Pedagang dengan penghasilan di bawah Rp500 juta dalam setahun tidak akan dikenakan pungutan PPh 22. Kebijakan ini diharapkan tidak memberatkan usaha mikro dan kecil.
Penerapan pajak e-commerce ini tidak hanya bertujuan menciptakan keadilan, tetapi juga diharapkan mendongkrak penjualan ritel offline. Dengan adanya kesetaraan dalam kewajiban pajak, persaingan bisnis diharapkan menjadi lebih adil. Ini dapat mendorong konsumen kembali berbelanja di toko fisik.