Fakta! Produk Indonesia Ditolak Jepang Karena Mikroplastik: BSN Kunci UMKM Tembus Standar Kualitas Internasional
Produk UMKM Indonesia kerap ditolak pasar global akibat gagal penuhi standar kualitas internasional. Simak peran BSN dan strategi agar UMKM mendunia!

Produk perikanan Indonesia kerap menghadapi penolakan di pasar internasional, seperti kasus kontaminasi mikroplastik yang menyebabkan penolakan dari Jepang. Fenomena serupa juga terjadi pada komoditas kopi dan udang yang terganjal residu pestisida melebihi batas aman, menjadi hambatan serius bagi ekspor.
Meskipun perjanjian dagang internasional membuka peluang ekspor, banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia kesulitan menembus pasar global. Hal ini utamanya disebabkan oleh ketidaksesuaian produk dengan standar kualitas dan sertifikasi internasional yang berlaku.
Padahal, Indonesia memiliki potensi UMKM yang besar, mulai dari kerajinan hingga olahan pangan, namun potensi tersebut terhenti di ambang batas. Masalah ini melampaui teknis semata, ini soal minimnya kesadaran akan pentingnya standarisasi sebagai paspor produk global, sebagaimana ditekankan oleh Prof. Rhenald Kasali.
BSN: Garda Kualitas Produk Nasional
Dalam kancah persaingan global, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengemban peran sentral sebagai penjaga gerbang kualitas. BSN bertanggung jawab mengembangkan dan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI), serta memfasilitasi akreditasi dan sertifikasi produk. Perannya krusial dalam memastikan produk lokal memenuhi standar kualitas internasional.
Meskipun banyak UMKM masih gagap soal sertifikasi, optimisme harus dibangun. Dr. Kukuh S. Achmad, mantan Kepala BSN, sering menegaskan bahwa "standar bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk memenangkan persaingan." Program pendampingan BSN kepada 46 UMKM pada tahun 2025 untuk pemenuhan SNI dalam rangka ekspor adalah langkah menjanjikan yang patut diapresiasi.
Di sisi lain, proses sertifikasi yang terlalu lama atau rumit adalah hambatan signifikan bagi UMKM. BSN memiliki kapasitas strategis untuk merombak birokrasi ini. Dengan digitalisasi dan penyederhanaan prosedur, BSN dapat mempercepat sertifikasi, memastikan UMKM tidak kehilangan momentum. Optimalisasi layanan BSN, melalui efisiensi dan keterjangkauan biaya, adalah kunci membuka gerbang pasar global.
Peran Kementerian UMKM dalam Daya Saing Global
Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Kementerian UMKM) memiliki tanggung jawab fundamental memberdayakan UMKM agar lebih kompetitif secara global. Ini adalah misi strategis untuk mengangkat harkat ekonomi kerakyatan melalui peningkatan kualitas produk.
Kementerian UMKM harus proaktif mengintegrasikan standarisasi dan sertifikasi dalam setiap program pendampingan dan pelatihan. Akses UMKM terhadap informasi standar internasional harus menjadi prioritas utama. Program-program seperti Peningkatan Kapasitas UMKM atau Pengembangan Produk Unggulan Daerah harus difokuskan untuk memenuhi standar internasional, melibatkan BSN secara aktif untuk menciptakan sinergi kuat.
Aspek krusial lainnya adalah pembiayaan. Banyak UMKM kesulitan mendanai riset dan pengembangan (R&D) atau memperoleh sertifikasi internasional. Dr. Sri Adiningsih, ekonom senior, kerap menyuarakan perlunya akses pembiayaan inklusif bagi UMKM, tidak hanya modal usaha, tetapi juga untuk peningkatan kualitas dan inovasi produk.
Kementerian UMKM harus menjadi jembatan antara UMKM dan lembaga keuangan, menciptakan skema pembiayaan yang mudah, terjangkau, dan berkelanjutan untuk investasi kualitas. Ini adalah investasi strategis pada masa depan ekonomi nasional yang akan mendorong UMKM memenuhi standar kualitas internasional.
Tiga Pilar Solusi untuk UMKM Mendunia
Secara fundamental, perjanjian dagang yang menguntungkan tidak akan optimal jika produk UMKM lokal tak memenuhi standar internasional. Kendala di lapangan mengindikasikan celah serius dalam ekosistem daya saing UMKM kita. Untuk itu, sinergi BSN dan Kementerian UMKM sangat vital, dengan BSN sebagai lokomotif optimalisasi kualitas produk.
Pertama, optimalisasi dan akselerasi layanan sertifikasi oleh BSN. BSN harus menjadi mitra strategis UMKM, agresif mempercepat proses akreditasi dan sertifikasi produk UMKM melalui digitalisasi dan penyederhanaan standar. BSN harus proaktif "menjemput bola", memberikan pendampingan intensif dari hulu ke hilir untuk memastikan produk Indonesia memenuhi kriteria internasional.
Kedua, program pendampingan UMKM yang holistik dan terintegrasi oleh Kementerian UMKM. Program ini harus dirancang untuk memberikan pelatihan teknis, peningkatan kapasitas manajerial, kesadaran standar internasional, hingga edukasi akses pembiayaan. Kementerian UMKM harus aktif melibatkan BSN dalam setiap tahapan program, menciptakan kurikulum komprehensif dan berkelanjutan bagi UMKM.
Ketiga, pembukaan akses pembiayaan khusus dan inovatif untuk peningkatan kualitas dan sertifikasi. Kementerian UMKM harus berkolaborasi erat dengan lembaga keuangan, menciptakan skema pembiayaan bersubsidi atau pinjaman lunak. Ini ditujukan spesifik untuk riset dan pengembangan produk serta pengurusan sertifikasi internasional, sebuah investasi strategis yang akan memberikan dampak multiplier pada ekonomi kerakyatan.
Pemerintah juga perlu memperkuat kerja sama dengan negara tujuan ekspor, tidak hanya pembebasan tarif, tetapi juga harmonisasi standar. Seperti ditekankan oleh Dr. Mari Elka Pangestu, "Strategi perdagangan yang efektif harus mencakup harmonisasi standar dan peningkatan kapasitas domestik untuk memenuhinya, bukan hanya negosiasi tarif." Ini adalah peta jalan yang jelas.
Dengan fokus pada tiga pilar solusi ini, didukung kolaborasi dan optimisme, Indonesia akan mampu memaksimalkan potensi sektor UMKM dan meraih manfaat lebih besar dari perjanjian dagang internasional, mengubah tantangan menjadi peluang nyata di kancah global. UMKM Indonesia siap unjuk gigi dengan standar kualitas internasional.