BSN: Kunci Penguatan Daya Saing Indonesia di Kancah Global
Penguatan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dinilai krusial untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional melalui standardisasi produk dan layanan.

Jakarta, 29 April 2025 (ANTARA) - Persaingan global yang semakin ketat menuntut Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya secara sistematis. Ketegangan geopolitik, disrupsi teknologi, dan perubahan rantai pasok global menjadi tantangan nyata. Indonesia, dengan potensi ekonominya yang besar, harus berperan sebagai pemain utama, bukan sekadar penonton di panggung dunia. Salah satu kunci keberhasilan terletak pada penguatan standardisasi nasional, dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) memegang peran kunci dalam mewujudkannya.
Rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan BSN pada 28 April 2025 menunjukkan komitmen untuk menjadikan standardisasi sebagai instrumen utama peningkatan kualitas produk dan jasa nasional. Plt. Kepala BSN memaparkan program-program unggulan, termasuk SNI Bina-UMK, pengakuan internasional untuk Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK), serta perluasan pengawasan produk di pasar domestik. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2018, dan Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
BSN juga aktif mengikuti ketentuan Technical Barriers to Trade (TBT) WTO agar produk Indonesia mampu menembus pasar global. Standardisasi bukan sekadar formalitas, melainkan jaminan mutu, perlindungan konsumen, dan 'paspor' bagi produk nasional untuk bersaing di pasar internasional. Tanpa standar yang kuat, produk Indonesia akan kesulitan bersaing, dan pasar domestik terancam kebanjiran produk impor murah namun berkualitas rendah.
Penguatan BSN: Strategi Menuju Daya Saing Global
Program SNI Bina-UMK, yang menargetkan 1,15 juta UMK tersertifikasi SNI pada 2025, merupakan contoh nyata upaya BSN dalam mendorong pelaku usaha kecil dan mikro (UMK) naik kelas. Namun, tantangan masih ada, seperti proses sertifikasi yang rumit dan mahal, kurangnya sosialisasi, serta lemahnya pengawasan produk impor dan e-commerce. Komisi VII DPR RI pun memberikan perhatian serius terhadap hal ini.
Beberapa langkah strategis perlu segera dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut. Pertama, penyederhanaan prosedur sertifikasi, terutama bagi UMKM, dengan pendekatan berbasis risiko. Kedua, pemberian insentif sertifikasi melalui subsidi atau skema pembiayaan khusus untuk UMKM. Ketiga, sosialisasi masif tentang pentingnya SNI melalui berbagai media, termasuk kerja sama dengan pemerintah daerah dan asosiasi usaha.
Keempat, pengawasan ketat terhadap produk impor dan marketplace untuk memastikan kepatuhan terhadap standar nasional. Kelima, penguatan peran BSN di sektor strategis seperti kesehatan, infrastruktur, dan energi. Keenam, transparansi dan akuntabilitas anggaran BSN yang berbasis hasil (outcome-based) dengan tolok ukur yang jelas dan terukur.
BSN: Lembaga Penggerak Inovasi dan Daya Saing Nasional
BSN perlu membangun citra baru sebagai lembaga penggerak inovasi dan daya saing nasional. Negara yang kuat di era Revolusi Industri 4.0 dan perdagangan bebas adalah negara yang mampu membangun ekosistem mutu dan inovasi. Indonesia perlu belajar dari negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman yang menjadikan standar produk sebagai simbol kualitas global.
Dengan penguatan BSN dan komitmen seluruh elemen bangsa, SNI dapat menjadi jaminan keunggulan produk nasional. Setiap produk UMK yang berhasil diekspor, setiap alat kesehatan buatan lokal yang digunakan di rumah sakit, dan setiap produk nasional yang bersaing di marketplace global merupakan bukti nyata keberhasilan upaya ini.
Perlu penguatan tekad untuk memperkuat BSN sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional, memperluas budaya standardisasi untuk kesejahteraan rakyat, dan membangun ekosistem mutu untuk masa depan Indonesia sebagai negara maju dan berdaulat. SNI harus menjadi lambang kebanggaan nasional, bukan sekadar simbol formalitas.
*) Rioberto Sidauruk adalah pemerhati hukum ekonomi politik dan peneliti industri strategis. Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI yang membidangi Industri, UMKM, ekonomi kreatif, dan lembaga penyiaran publik.