Fakta Unik: Indonesia Ungguli AS dalam Cakupan Kesehatan, Solidaritas BPJS Kesehatan Jadi Penjaga Nyawa Warga
Kisah haru Ngadi Yanto dan Putri membuktikan bagaimana solidaritas dalam BPJS Kesehatan menjadi penopang utama bagi jutaan warga, memastikan akses layanan kesehatan tanpa beban biaya.

Solidaritas kolektif seringkali menjadi penentu nasib dalam menghadapi tantangan kesehatan yang tak terduga. Di Karanganyar, Jawa Tengah, Ngadi Yanto (45) merasakan langsung peran penting jaminan kesehatan. Ia menghadapi cobaan berat saat anak keduanya, Lexa, lahir prematur dan membutuhkan perawatan intensif.
Selama 56 hari, Lexa berjuang di ruang NICU dengan biaya perawatan yang fantastis, mencapai Rp450.000 per malam. Namun, berkat kepesertaan Ngadi dalam BPJS Kesehatan, beban finansial tersebut tidak sepenuhnya ia tanggung. Kisah serupa juga dialami Putri (38) di Bandung, yang merawat ibunya pascastroke.
Pengalaman pahit Putri pada tahun 2008, ketika biaya pengobatan stroke ibunya harus ditanggung sendiri, kontras dengan kemudahan yang ia rasakan setelah ibunya terdaftar BPJS Kesehatan pada 2015. Kedua cerita ini menjadi bukti nyata bagaimana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hadir sebagai penjaga nyawa. Program ini memastikan warga tidak menderita dua kali, baik karena penyakit maupun beban biaya.
Peran Vital Jaminan Kesehatan dalam Keluarga
Ngadi Yanto, seorang warga Karanganyar, menghadapi momen krusial ketika putrinya, Lexa Harum Lanethes, lahir prematur pada pertengahan 2022. Dengan berat badan di bawah dua kilogram, Lexa membutuhkan perawatan intensif di ruang NICU selama hampir dua bulan. Biaya rawat inap yang mencapai Rp450.000 per malam menjadi tantangan besar bagi keluarga.
Beruntungnya, Ngadi telah mendaftarkan diri dan keluarganya pada BPJS Kesehatan dengan iuran bulanan yang terjangkau. Meskipun harus mengeluarkan biaya kecil untuk kebutuhan mendesak, sebagian besar beban perawatan Lexa ditanggung oleh sistem jaminan kesehatan. Pengalaman serupa juga dirasakan Ngadi saat merawat ayahnya yang menjalani operasi hernia dan sering mengalami sesak napas.
Sementara itu, di Bandung, Putri mengenang masa sulit saat ibunya terserang stroke pada tahun 2008, jauh sebelum JKN diakses luas. Biaya fisioterapi dan obat-obatan yang mahal kala itu membebani finansial keluarga secara signifikan. Setelah ibunya terdaftar BPJS Kesehatan pada 2015, Putri merasakan kemudahan akses layanan kesehatan di rumah sakit swasta tanpa biaya tambahan berarti.
Kedua kisah ini menunjukkan bagaimana BPJS Kesehatan tidak hanya meringankan beban finansial, tetapi juga memberikan ketenangan pikiran bagi keluarga. Solidaritas kolektif ini memastikan bahwa akses terhadap perawatan medis yang layak tidak lagi menjadi hak eksklusif bagi mereka yang mampu secara ekonomi.
Transformasi dan Capaian JKN Selama Satu Dekade
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menunjukkan capaian luar biasa selama sepuluh tahun perjalanannya. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa JKN kini menjangkau lebih dari 278 juta jiwa, atau sekitar 98 persen penduduk Indonesia. Angka ini bahkan melampaui cakupan asuransi kesehatan di negara maju seperti Amerika Serikat.
Transformasi signifikan juga terlihat dari peningkatan transaksi layanan kesehatan harian. Dari hanya 252.000 transaksi per hari pada 2014, kini lebih dari 1,7 juta transaksi dilakukan setiap harinya melalui JKN. Peningkatan ini mencerminkan semakin banyaknya masyarakat yang mendapatkan akses pengobatan, perawatan, dan operasi tanpa harus kehilangan harta bendanya.
BPJS Kesehatan terus berinovasi untuk meningkatkan kemudahan akses dan kualitas layanan. Aplikasi Mobile JKN, i-Care JKN, PANDAWA, VIKA, dan Care Center 165 adalah beberapa contoh inovasi yang mengurangi waktu tunggu dan mempermudah administrasi. Sistem terpadu ini memungkinkan pemantauan real-time terhadap layanan yang diberikan di seluruh fasilitas kesehatan mitra.
Keberhasilan JKN ini tidak hanya diakui di tingkat nasional, tetapi juga internasional, dengan penghargaan dari Presiden Asosiasi Studi Internasional (ISA). Hal ini membuktikan bahwa gotong royong sebagai roh JKN bukan sekadar warisan budaya, melainkan fondasi bagi sistem jaminan sosial yang inklusif dan berkelanjutan.
Tantangan dan Harapan untuk Kualitas Layanan yang Merata
Meskipun telah mencapai banyak kemajuan, Program JKN masih menghadapi tantangan dalam memastikan kualitas layanan yang merata di seluruh wilayah. Mohammad Mulyadi, Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN, menekankan pentingnya pengawasan terhadap fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan. Tujuannya adalah untuk menghindari ketimpangan kualitas layanan antar daerah.
Mulyadi menegaskan bahwa tidak boleh ada perbedaan kualitas layanan yang dirasakan oleh peserta JKN, terlepas dari lokasi atau status ekonomi mereka. Reformasi sistem kesehatan nasional tidak hanya sebatas penyesuaian iuran, tetapi juga mencakup penguatan tata kelola dana. Dana harus dikelola secara efisien, transparan, dan senantiasa berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Menjaga keseimbangan antara cakupan layanan, mutu, dan keberlanjutan pembiayaan menjadi krusial. Kehadiran BPJS Kesehatan seringkali menjadi penopang terakhir bagi jutaan orang yang sakit namun tidak memiliki daya untuk membayar. Ini adalah bukti nyata dari solidaritas kolektif yang memastikan tidak ada warga yang dibiarkan sendiri menghadapi penyakit hanya karena keterbatasan finansial.