GDPK Gali Potensi Penduduk untuk Serap Tenaga Kerja, Raih Bonus Demografi!
Mendukbangga menyatakan GDPK dapat menggali potensi penduduk untuk meningkatkan serapan tenaga kerja dan meraih bonus demografi secara optimal.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji, menyatakan bahwa Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) memiliki potensi besar dalam menggali potensi penduduk. GDPK diharapkan mampu meningkatkan serapan tenaga kerja sekaligus mengoptimalkan bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Tujuan utama dari GDPK adalah menghubungkan usia penduduk dengan jenis pekerjaan yang tersedia di berbagai daerah.
Wihaji menjelaskan bahwa GDPK akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam merencanakan pembangunan kependudukan secara terarah dan terukur. Sistem ini akan membantu mengidentifikasi siapa yang mengerjakan apa dan di mana, sehingga setiap kebijakan dapat didasarkan pada data yang akurat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2020, persentase penduduk usia produktif (15–64 tahun) mencapai 70,72 persen dari total populasi.
Maka dari itu, diperlukan desain kependudukan yang mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di setiap tahapan usia, mulai dari usia dini hingga lanjut usia (lansia). Dengan demikian, bonus demografi dapat diraih secara maksimal. "Umur penduduk kita produktif, tetapi adakah available jobs-nya (pekerjaan yang tersedia)? Maka, harus diurus mulai dari bayi sampai selesai, partisipasi perempuan juga kita tingkatan melalui Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), pengendalian kelahiran, yang berpotensi dalam penciptaan lapangan pekerjaan," ujar Mendukbangga.
GDPK Sebagai Peta Jalan Kependudukan
Secara teoritis, GDPK akan memberikan peta jalan yang jelas terkait kependudukan. Hal ini memastikan bahwa pemerintah memiliki arah yang terstruktur dalam membangun penduduk yang berkualitas. Dengan adanya GDPK, setiap kebijakan dapat diukur berdasarkan data yang tersedia.
Wihaji mencontohkan, jika saat ini ada 4,8 juta bayi lahir, maka enam tahun kemudian akan ada 4,8 juta anak yang masuk Sekolah Dasar (SD), dikurangi angka kematian. Negara dapat mempersiapkan berapa banyak sekolah SD yang dibutuhkan. Semua ini dapat disiapkan dan disusun dalam GDPK.
Saat ini, setiap provinsi di Indonesia telah menyusun GDPK masing-masing. Melalui GDPK, Mendukbangga berharap setiap kebijakan yang diambil dapat terukur berdasarkan data yang ada. "Siapa mengerjakan apa, di mana, itu sudah jelas, intinya itu macam-macam, namanya juga grand design pasti seharusnya banyak hal, dan tentu hubungannya dengan kewenangan di kementerian kita, itu kira-kira," imbuhnya.
Bonus Demografi dan Generasi Produktif
Wihaji menambahkan bahwa seluruh provinsi di Indonesia telah berdiskusi tentang GDPK. Prinsipnya, GDPK akan menjawab berbagai permasalahan, salah satunya berkaitan dengan bonus demografi. Berdasarkan data BPS, mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z (lahir antara 1997-2012) dan generasi milenial (lahir antara 1981-1996).
Generasi Z memiliki proporsi sebanyak 27,94 persen dari total populasi, sedangkan generasi milenial sebanyak 25,87 persen. Sebagian besar dari kedua generasi ini masuk dalam kategori usia produktif, yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Persentase penduduk usia nonproduktif (0–14 tahun dan 65 tahun ke atas) tercatat sebesar 29,28 persen pada tahun 2020.
Dengan persentase penduduk usia produktif yang lebih besar, GDPK dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meraih bonus demografi. Pemanfaatan bonus demografi ini menjadi kunci penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan.
Dengan adanya Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK), diharapkan Indonesia mampu mengoptimalkan potensi penduduk usia produktif. Peningkatan kualitas SDM dan penyerapan tenaga kerja yang efektif akan menjadi kunci untuk meraih bonus demografi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.