Hubungan Stunting dan Kesehatan Gigi Mulut Anak: Studi Terbaru UI
Sebuah studi terbaru dari Universitas Indonesia mengungkap korelasi antara stunting dengan masalah kesehatan gigi dan mulut pada anak, disebabkan oleh defisiensi nutrisi dan penurunan kadar IGF-1.
![Hubungan Stunting dan Kesehatan Gigi Mulut Anak: Studi Terbaru UI](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/140101.669-hubungan-stunting-dan-kesehatan-gigi-mulut-anak-studi-terbaru-ui-1.jpg)
Deteksi dini masalah kesehatan gigi dan mulut pada anak bisa menjadi indikator penting untuk mendiagnosis stunting. Sebuah penelitian terbaru dari Guru Besar Ilmu Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI), Prof. Ria Puspitawati, mengungkap korelasi kuat antara stunting dan kesehatan gigi mulut anak. Temuan ini disampaikan di Depok pada 2 Maret 2024.
Berdasarkan data Hasil Studi Status Gizi (HSSG) Desember 2021, angka stunting di Indonesia masih tinggi, mencapai 24,4 persen. Meskipun mengalami penurunan dari 27,7 persen di tahun 2019, angka ini masih di atas ambang batas standar WHO (20 persen). Dua puluh delapan provinsi di Indonesia masih memiliki prevalensi stunting di atas 20 persen, dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai provinsi dengan angka tertinggi, yaitu 37,8 persen.
Prof. Ria menjelaskan bahwa stunting, sebagai bentuk malnutrisi kronis, berkorelasi dengan penurunan kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1). Penurunan asupan kalori dan protein secara signifikan dapat menyebabkan penurunan kadar IGF-1 yang berdampak pada proses pertumbuhan, termasuk pertumbuhan gigi. Kadar IGF-1 yang rendah menghambat maturasi gigi dan waktu erupsi gigi.
IGF-1 berperan penting dalam pembentukan dan regenerasi dentin dengan memicu proliferasi dan diferensiasi sel-sel pembentuk jaringan keras seperti osteoblast dan odontoblast. Penelitian terbaru juga menunjukkan peran IGF-1 dalam proliferasi dan migrasi sel-sel jaringan gigi, khususnya pada pembentukan akar gigi.
Selain itu, defisiensi zat besi, yang juga umum terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia, dikaitkan dengan stunting dan anemia. Anemia, akibat rendahnya kadar hemoglobin (Hb), mengakibatkan gangguan pertumbuhan jaringan dan penurunan sistem imun. Prof. Ria menambahkan bahwa defisiensi zat besi berkorelasi dengan berbagai masalah gigi dan mulut, seperti karies, periodontitis, kandidiasis, dan peningkatan risiko kanker rongga mulut.
Deteksi dini defisiensi zat besi melalui manifestasinya di rongga mulut dapat menjadi alat diagnosis awal stunting. Stunting juga dapat mengganggu maturasi gigi, pembentukan email, dan waktu erupsi gigi. Semua ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara stunting dan kesehatan gigi mulut anak.
Prof. Ria menjelaskan lebih lanjut bahwa stunting menyebabkan defisiensi berbagai nutrisi, sehingga membatasi suplai energi dan bahan baku untuk pembentukan jaringan baru. Hal ini berdampak pada kualitas jaringan pembentuk organ dan proses fisiologis, termasuk penurunan sistem imun. Kondisi ini, terutama selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), akan berdampak jangka panjang pada kesehatan anak.
Stunting juga dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi, penurunan kadar IGF-1, dan perubahan karakter saliva. Semua faktor ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan masalah kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, deteksi dan pencegahan stunting sangat penting untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak sejak dini.