IHSG Anjlok 6 Persen! Geopolitik Rusia dan Defisit APBN Jadi Biang Keladi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun bebas lebih dari 6 persen di sesi pertama perdagangan Selasa, dipicu oleh sentimen global dan domestik, termasuk tensi geopolitik Rusia dan defisit APBN Indonesia.

Jakarta, 18 Maret 2025 - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan drastis lebih dari 6 persen pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa. Penurunan tajam ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari sentimen global maupun domestik. Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus atau Nico, memaparkan sejumlah penyebab utama anjloknya IHSG.
Secara global, peningkatan tensi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan menjadi salah satu faktor utama. Presiden Rusia Vladimir Putin yang berniat memperpanjang konflik tersebut memicu ketidakpastian di pasar global. Selain itu, ancaman pembalasan tarif yang lebih besar dari Uni Eropa terhadap Amerika Serikat (AS), serta kekhawatiran akan resesi di AS, semakin memperburuk situasi.
Di dalam negeri, kondisi fiskal Indonesia turut berperan signifikan dalam penurunan IHSG. Penurunan penerimaan negara hingga 30 persen mengakibatkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar. Hal ini memaksa pemerintah untuk menerbitkan utang lebih besar, yang pada akhirnya melemahkan nilai tukar rupiah.
Sentimen Negatif Membayangi Pasar Saham
Menurut Nico, "Sehingga membutuhkan penerbitan utang yang lebih besar dan tentu saja rupiah yang semakin melemah." Kondisi ini membuat Bank Indonesia (BI) semakin sulit menurunkan suku bunga. Lebih lanjut, penerimaan pajak domestik yang turun hingga 30,19 persen year on year (yoy) hanya mencapai Rp269 triliun, sementara defisit APBN mencapai Rp31,2 triliun per Februari 2025. Kondisi ini diperparah dengan penurunan belanja pemerintah sebesar 7 persen, yang mengakibatkan peningkatan utang hingga 44,77 persen pada Januari 2025.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan risiko fiskal di Indonesia. "Semua khawatir bahwa risiko fiskal kian mengalami peningkatan di Indonesia yang membuat banyak pelaku pasar dan investor pada akhirnya memutuskan untuk beralih kepada investasi lain yang jauh lebih aman dan memberikan kepastian imbal hasil. Sehingga saham menjadi tidak menarik, dan mungkin obligasi menjadi pilihan setelah saham," jelas Nico.
Kombinasi sentimen negatif global dan domestik tersebut telah menciptakan ketidakpastian yang signifikan di pasar saham Indonesia. Para investor cenderung memilih aset yang lebih aman, sehingga menyebabkan aliran modal keluar dari pasar saham.
Dampak Penurunan IHSG
Penurunan IHSG ini berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa, IHSG tercatat melemah 395,87 poin atau 6,12 persen ke posisi 6.076,08. Indeks LQ45 juga ikut terdampak, turun 38,27 poin atau 5,25 persen ke posisi 691,08. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar merespon negatif terhadap berbagai faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan yang memicu penurunan IHSG. Meningkatkan penerimaan negara, mengendalikan defisit APBN, dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi prioritas utama. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kepercayaan investor juga sangat penting untuk memulihkan kinerja IHSG.
Secara keseluruhan, penurunan IHSG ini menjadi sinyal peringatan akan pentingnya stabilitas ekonomi makro dan pengelolaan risiko fiskal yang baik. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan yang ada dan memulihkan kepercayaan investor.
Anjloknya IHSG juga memberikan pelajaran berharga bagi investor untuk lebih selektif dalam berinvestasi dan mempertimbangkan berbagai faktor risiko sebelum mengambil keputusan.