Inflasi Maret 2025 Lebih Rendah dari Tahun Lalu, Dipengaruhi Harga Cabai Rawit dan Minyak Goreng
BPS mencatat inflasi tahunan Maret 2025 sebesar 1,03 persen, lebih rendah dari Maret 2024 (3,05 persen), meskipun kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih menjadi pendorong utama.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi tahunan Indonesia pada Maret 2025 mencapai 1,03 persen (yoy), angka yang lebih rendah dibandingkan inflasi Maret 2024 sebesar 3,05 persen (yoy). Pengumuman ini disampaikan Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah, di Jakarta pada Selasa. Meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya, angka inflasi Maret 2025 masih lebih tinggi daripada deflasi 0,09 persen (yoy) yang tercatat pada Februari 2024.
Kenaikan inflasi tahunan Maret 2025 terutama didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini mengalami inflasi sebesar 2,07 persen dan berkontribusi sebesar 0,61 persen terhadap total inflasi. Beberapa komoditas penyumbang inflasi terbesar dalam kelompok ini adalah cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng. Hal ini menunjukkan bahwa harga bahan pangan masih menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia.
Selain kelompok makanan, minuman, dan tembakau, beberapa komoditas lain juga memberikan andil terhadap inflasi, antara lain emas perhiasan (0,44 persen), tarif air minum PAM (0,14 persen), dan nasi dengan lauk (0,04 persen). Kondisi ini menunjukkan adanya kenaikan harga pada beberapa barang konsumsi penting di masyarakat.
Analisis Lebih Dalam Komponen Inflasi
Lebih rinci, Habibullah menjelaskan bahwa inflasi tahunan Maret 2025 terdiri dari komponen inti sebesar 2,48 persen (yoy) dan komponen harga bergejolak (volatile) sebesar 0,37 persen (yoy). Komponen inti memberikan andil inflasi terbesar, yaitu 1,58 persen, dengan komoditas utama penyumbang inflasi seperti emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga pada barang-barang inti turut mempengaruhi inflasi secara keseluruhan.
Sementara itu, komponen harga bergejolak memberikan andil inflasi sebesar 0,06 persen, dengan cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih sebagai komoditas dominan. Fluktuasi harga komoditas ini menunjukkan kerentanan inflasi terhadap perubahan harga bahan pangan di pasar.
Berbeda dengan dua komponen sebelumnya, komponen harga yang diatur pemerintah justru mengalami deflasi tahunan sebesar 3,16 persen (yoy) dan memberikan andil deflasi sebesar 0,61 persen. Deflasi ini terutama didorong oleh penurunan tarif listrik, tarif angkutan udara, dan harga bensin. Hal ini menunjukkan dampak kebijakan pemerintah dalam menekan inflasi melalui pengaturan harga beberapa komoditas.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga Alami Deflasi
Salah satu kelompok pengeluaran yang menarik perhatian adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mencatat deflasi tahunan dan memberikan andil deflasi terdalam pada Maret 2025, yaitu sebesar 0,74 persen. Deflasi ini terutama disebabkan oleh diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang masih dinikmati pelanggan pascabayar PLN untuk pemakaian listrik Februari 2025. Ini menunjukkan dampak positif dari kebijakan pemerintah dalam meringankan beban masyarakat.
Secara keseluruhan, meskipun inflasi tahunan Maret 2025 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, perlu tetap diwaspadai potensi kenaikan harga pada beberapa komoditas, terutama dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Pemerintah perlu terus memantau dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Data yang dirilis BPS ini memberikan gambaran penting tentang kondisi ekonomi Indonesia. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami tren inflasi ke depan dan dampaknya terhadap daya beli masyarakat.