Normalisasi Tarif Listrik dan Harga Emas Picu Inflasi di Sumatera Barat
Bank Indonesia (BI) mencatat normalisasi tarif listrik dan harga emas sebagai pemicu utama inflasi di Sumatera Barat pada April 2025, dengan inflasi mencapai 1,77 persen secara month to month.

Bank Indonesia (BI) mengungkap penyebab utama inflasi di Sumatera Barat (Sumbar) pada bulan April 2025. Normalisasi tarif listrik pasca-diskon dan harga emas yang tinggi menjadi faktor penentu kenaikan harga barang dan jasa di seluruh kabupaten dan kota di provinsi tersebut. Inflasi ini berdampak signifikan terhadap perekonomian daerah dan kehidupan masyarakat Sumbar.
Kepala BI Provinsi Sumbar, Mohamad Abdul Majid Ikram, memaparkan data inflasi yang cukup tinggi di berbagai wilayah. Kota Padang misalnya, mencatat inflasi sebesar 1,82 persen (mtm), diikuti Kabupaten Dharmasraya (1,49 persen), Kabupaten Pasaman Barat (1,68 persen), dan Kota Bukittinggi (1,96 persen). Secara keseluruhan, Sumbar mengalami inflasi 1,77 persen (mtm) pada bulan April 2025.
Kenaikan harga ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dan fluktuasi pasar global. BI menjelaskan bahwa normalisasi tarif listrik prabayar setelah diskon di Januari dan Februari 2025 berdampak langsung pada kelompok pengeluaran rumah tangga, khususnya perumahan, air, listrik, dan bahan bakar. Kenaikan tarif listrik mencapai 21,72 persen (mtm), berkontribusi signifikan terhadap inflasi secara keseluruhan.
Normalisasi Tarif Listrik dan Kenaikan Harga Emas
Normalisasi tarif listrik setelah adanya diskon pada awal tahun 2025 menjadi salah satu faktor utama yang mendorong inflasi di Sumatera Barat. Kenaikan tarif ini berdampak langsung pada kelompok pengeluaran rumah tangga, yang mengalami inflasi sebesar 3,72 persen (mtm) dengan andil 0,65 persen (mtm) terhadap inflasi secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan betapa signifikannya pengaruh tarif listrik terhadap daya beli masyarakat.
Selain itu, peningkatan harga emas perhiasan sebesar 12,20 persen (mtm) juga turut berkontribusi terhadap inflasi. Tren peningkatan harga emas dunia berdampak pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mencatat inflasi 3,13 persen (mtm) dengan andil 0,16 persen (mtm). Kenaikan harga emas ini menunjukkan pengaruh pasar global terhadap perekonomian daerah.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan harga komoditas pangan. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar, dengan angka 1,95 persen (mtm) dan andil 0,66 persen (mtm). Peningkatan permintaan selama periode Idul Fitri di tengah terbatasnya pasokan menjadi penyebab utama kenaikan harga komoditas ini.
Dampak Inflasi terhadap Komoditas Pangan
Kenaikan harga cabai merah (23,03 persen mtm) dan bawang merah (11,10 persen mtm) menjadi sorotan utama dalam inflasi komoditas pangan. Namun, laju inflasi sedikit tertahan oleh penurunan harga beberapa komoditas lain seperti daging ayam ras, beras, cabai rawit, dan cabai hijau. Penurunan harga ini disebabkan oleh peningkatan pasokan pada periode panen di daerah sentra produksi.
Secara tahunan, inflasi Sumbar pada April 2025 mencapai 2,38 persen (yoy). Angka ini menunjukkan tren kenaikan harga yang berkelanjutan. Untuk mengendalikan inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar telah berkomitmen untuk mengambil berbagai langkah strategis.
Upaya yang dilakukan antara lain menjaga pasokan komoditas pangan, mendistribusikan pangan strategis secara efektif, melakukan operasi pasar, memperkuat koordinasi melalui rapat koordinasi, serta meningkatkan komunikasi untuk mendorong diversifikasi pangan. TPID juga berupaya memperkuat sinergi dengan berbagai pihak agar program pengendalian inflasi pangan lebih efektif dan inflasi tetap terjaga dalam rentang 2,5±1 persen (yoy) pada tahun 2025.
Kesimpulannya, inflasi di Sumatera Barat pada April 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama normalisasi tarif listrik dan harga emas. Langkah-langkah pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Sumbar diharapkan mampu menjaga stabilitas harga dan perekonomian daerah.