Inovasi Oyek Singkong: Solusi Jitu Kalimantan Selatan Kendalikan Inflasi dan Lepas Ketergantungan Beras
Inovasi Oyek Singkong dari Kalsel menjadi terobosan penting dalam diversifikasi pangan. Temukan bagaimana produk olahan singkong ini mampu menahan laju inflasi dan mengubah pola konsumsi masyarakat.

Di tengah tantangan ekonomi dan upaya menekan inflasi, sebuah inovasi pangan lahir dari tangan Supono, Ketua Kelompok Tani Maju Makmur di Desa Karang Intan, Kalimantan Selatan. Ia berhasil mengembangkan "Oyek Singkong", sebuah produk beras analog berbahan dasar singkong. Inisiatif ini menjadi jawaban atas kebutuhan diversifikasi pangan di daerah tersebut.
Gagasan untuk menciptakan Oyek Singkong muncul saat pandemi COVID-19 melanda pada awal 2020, membatasi aktivitas ekonomi warga. Supono mencari cara untuk menghasilkan pendapatan dari dalam rumah, yang kemudian mengarah pada pengembangan produk ini. Proses penyempurnaan Oyek Singkong terus berlanjut hingga akhirnya resmi didaftarkan pada tahun 2023.
Produk Oyek Singkong ini diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pengendalian inflasi di Kalimantan Selatan. Dengan mengurangi ketergantungan pada beras padi, daerah ini berupaya menciptakan ketahanan pangan yang lebih kuat. Inovasi ini juga didukung penuh oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia.
Proses Inovasi Oyek Singkong: Dari Kebun Hingga Meja Makan
Inovasi Oyek Singkong bermula dari proses pengolahan singkong yang teliti dan membutuhkan keahlian khusus. Supono mengawali dengan mengupas singkong hasil panen, membersihkannya, lalu merendam selama tiga hari tiga malam hingga empuk. Proses perendaman ini krusial untuk tekstur akhir produk beras analog.
Setelah direndam, singkong ditumbuk menggunakan lesung tradisional, kemudian dipres dan disaring berulang kali untuk memisahkan serat. Supono mengandalkan instingnya dalam menentukan durasi perendaman dan frekuensi penyaringan. Tahap selanjutnya adalah membentuk singkong halus menjadi butiran-butiran kecil yang menyerupai beras.
Butiran singkong kemudian dijemur di bawah terik matahari, dengan durasi penjemuran yang sangat menentukan kualitas nasi Oyek. Penjemuran terlalu singkat membuat nasi lengket, sementara terlalu lama akan menghasilkan nasi yang keras. Setelah dikukus dan diurai, butiran kembali dijemur dan ditampi sebelum siap dimasak.
Seiring waktu, proses produksi Oyek Singkong semakin efisien berkat dukungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Bank Indonesia. Supono kini menggunakan mesin penggiling ramah lingkungan dan mesin cetak canggih. Bantuan ini tidak hanya mempercepat produksi, tetapi juga menghasilkan butiran Oyek yang lebih menyerupai beras asli.
Oyek Singkong: Solusi Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi Kalsel
Kehadiran Oyek Singkong menawarkan solusi signifikan terhadap masalah inflasi yang kerap disebabkan oleh fluktuasi harga beras lokal di Kalimantan Selatan. Puji Hanifah dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kalsel menjelaskan bahwa tingginya permintaan beras lokal seringkali memicu kenaikan harga. Diversifikasi pangan melalui Oyek menjadi langkah strategis.
Pemerintah daerah dan pusat aktif mendukung inovasi seperti Oyek Singkong sebagai bagian dari upaya meragamkan jenis pangan. Pembinaan bagi kelompok tani dan Kader PKK desa terus dilakukan untuk mengembangkan produk olahan dari umbi-umbian dan tanaman hortikultura. Pendanaan sebesar Rp120 juta bahkan dialokasikan untuk program diversifikasi pangan ini.
Secara historis, sektor pangan, khususnya beras, selalu menjadi penyumbang inflasi di Kalimantan Selatan. Data Badan Pusat Statistik Kalsel menunjukkan bahwa inflasi y-o-y pada Juli 2025 berada di angka 2,48 persen. Oleh karena itu, kolaborasi dalam memperkuat ketahanan pangan melalui diversifikasi menjadi sangat penting.
Upaya serius Kalimantan Selatan dalam mengubah pola konsumsi masyarakat, meningkatkan produksi pangan lokal, dan menjaga stabilitas harga telah membuahkan hasil. Provinsi ini telah beberapa kali menerima penghargaan TPID Award, termasuk "TPID Provinsi Berkinerja Terbaik" di wilayah Kalimantan pada 2023 dan 2024. Ini menunjukkan komitmen kuat dalam ketahanan pangan.