ISESS Kecam Serangan OPM di Yahukimo: Pelanggaran HAM dan Terorisme!
Serangan OPM terhadap guru di Anggruk, Yahukimo, Papua Pegunungan, dikecam ISESS sebagai pelanggaran HAM berat dan tindakan terorisme yang menghancurkan harapan pendidikan.

Serangan Brutal OPM di Yahukimo: Pelanggaran HAM dan Terorisme!
Pada Jumat (21/3) sekitar pukul 16.00 WIT, kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerang para guru di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Serangan ini mengakibatkan satu guru tewas dengan luka mengenaskan dan enam lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini terjadi di tengah krisis kepercayaan yang berkepanjangan di wilayah tersebut, dan menimbulkan pertanyaan serius tentang keamanan dan perlindungan warga sipil.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengecam keras aksi tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, "Bagaimanapun, kekerasan terhadap warga sipil tetaplah pelanggaran HAM, siapa pun pelakunya, baik negara maupun aktor bersenjata non-negara." Fahmi juga menegaskan bahwa tuduhan sepihak tidak dapat membenarkan pembunuhan warga sipil, apalagi mereka yang berdedikasi pada sektor pendidikan.
Aksi ini bukan hanya mengakibatkan hilangnya nyawa, tetapi juga menghancurkan harapan dan menyerang kehadiran negara dalam sektor pendidikan yang sangat fundamental. Fahmi menambahkan bahwa pandangan terhadap konflik Papua seringkali tidak proporsional, dengan negara seringkali dianggap sebagai pelaku utama kekerasan, sementara tindakan brutal kelompok bersenjata dianggap sebagai perlawanan. Hal ini menyebabkan kekhawatiran pemerintah dan TNI akan reaksi negatif internasional dan tuduhan pelanggaran HAM.
Evaluasi Pendekatan Keamanan di Papua
Menyikapi insiden ini, Khairul Fahmi mendesak evaluasi serius terhadap pendekatan keamanan di Papua. Ia menekankan perlunya fokus pada perlindungan masyarakat, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), dan penegakan hukum oleh Polri. Sementara itu, TNI perlu diarahkan untuk menangani kelompok separatis bersenjata dengan pendekatan yang terukur, profesional, dan akuntabel sesuai undang-undang.
Kapolres Yahukimo, AKBP Heru Hidayanto, telah mengakui adanya laporan penyerangan tersebut. Tim Satgas Koops TNI Habema Kogabwilhan III berhasil mengevakuasi jenazah satu guru dan enam guru lainnya yang terluka pada Minggu (23/3). Evakuasi dilakukan dengan pengamanan ketat mengingat kondisi di Distrik Anggruk yang masih rawan. Komandan Satgas Rajawali II Koops TNI Habema Kogabwilhan III, Letnan Kolonel Infanteri Gustiawan, menjelaskan bahwa evakuasi dilakukan melalui medan berat dan potensi gangguan dari kelompok bersenjata.
Korban yang dievakuasi terdiri dari Rosalina (meninggal dunia), Vidi, Cosmas, dan Tari (luka berat), serta Vanti, Paskalia, dan Irmawati (luka ringan). Kejadian ini sekali lagi menyoroti pentingnya perlindungan bagi para pendidik yang bertugas di daerah konflik.
Peristiwa penyerangan di Yahukimo ini menunjukkan pola lama yang digunakan OPM, yaitu menuduh korban sebagai mata-mata. "Tuduhan yang digunakan untuk membenarkan kekerasan, menebar ketakutan, dan memperkuat posisi mereka di tengah masyarakat yang sudah lama dilanda krisis kepercayaan," ujar Fahmi. Ia menyebut tindakan ini sebagai terorisme, bukan perjuangan.
Pentingnya Perlindungan Guru dan Evaluasi Strategi
Insiden ini menggarisbawahi urgensi perlindungan bagi para guru dan tenaga pendidik yang bertugas di daerah rawan konflik. Pemerintah perlu meningkatkan keamanan dan perlindungan bagi mereka, serta memastikan akses pendidikan tetap terjaga bagi masyarakat Papua. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap strategi penanganan konflik di Papua sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa mendatang. Pendekatan yang lebih terukur, profesional, dan akuntabel harus diprioritaskan untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan seluruh warga Papua.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya peran internasional dalam mengawasi situasi HAM di Papua dan mendorong solusi damai untuk konflik yang berkepanjangan. Kolaborasi antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat sipil sangat krusial untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi pendidikan dan pembangunan di Papua.
Peristiwa ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dalam melindungi warga sipil dan memastikan keadilan bagi para korban. Pentingnya dialog dan pendekatan humanis dalam menyelesaikan konflik di Papua juga harus terus digalakkan.