Jakarta Kekurangan SLB Negeri, Banyak Difabel Tak Sekolah
Minimnya Sekolah Luar Biasa (SLB) negeri di Jakarta membuat banyak anak penyandang disabilitas dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan akses pendidikan, ungkap Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian Untayana, menyoroti kekurangan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Jakarta. Kurangnya akses pendidikan bagi penyandang disabilitas ini berdampak signifikan, terutama bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu yang kesulitan membiayai pendidikan di SLB swasta.
Pernyataan ini disampaikan Justin pada Jumat di Jakarta. Ia mengungkapkan data yang memprihatinkan: SLB Negeri tingkat SD baru mencakup 61 persen, SMP 48 persen, dan SMA hanya 38 persen dari total kebutuhan. Artinya, masih banyak penyandang disabilitas yang tidak terakomodir oleh sistem pendidikan negeri.
Kondisi ini diperparah dengan tingginya biaya pendidikan di SLB swasta. "SLB Negeri kita untuk tingkat SD hanya meng-'cover' 61 persen, SMP 48 persen dan SMA 38 persen," ungkap Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta tersebut. Biaya pendidikan di SLB swasta yang mahal menjadi beban berat bagi banyak keluarga penyandang disabilitas, sehingga banyak anak yang terpaksa putus sekolah.
Minimnya Akses Pendidikan bagi Difabel di Jakarta
Justin Adrian Untayana menekankan pentingnya penambahan SLB Negeri di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta, menurutnya, harus memprioritaskan penyediaan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. "Kalau SLB swasta mahalnya luar biasa. Dan ini sangat membebani mereka," ujarnya, menyoroti kesulitan ekonomi yang dihadapi banyak keluarga difabel.
Komisi E DPRD DKI Jakarta terus mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk segera memprogramkan pembangunan SLB Negeri baru. Hal ini dianggap mendesak mengingat banyaknya anak penyandang disabilitas yang kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal karena keterbatasan biaya.
"Banyak yang tidak sekolah. Kenapa hampir setiap rapat dengan Dinas Pendidikan saya pasti menyampaikan hal ini karena realitanya di lapangan banyak anak-anak yang sangat ingin sekolah," kata Justin. Ia menambahkan bahwa banyak anak yang terpaksa tinggal di rumah karena tidak ada biaya untuk bersekolah di SLB.
Dorongan untuk Pemprov DKI Jakarta
Justin menambahkan bahwa minimnya SLB negeri dan tingginya biaya SLB swasta mengakibatkan banyak anak penyandang disabilitas tidak bersekolah. Oleh karena itu, Komisi E DPRD DKI Jakarta terus mendorong Pemprov DKI untuk memprioritaskan pendidikan bagi difabel, khususnya mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini berharap Pemprov DKI Jakarta segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini. Peningkatan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas merupakan investasi penting bagi masa depan bangsa dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Dengan adanya peningkatan jumlah SLB negeri, diharapkan lebih banyak anak penyandang disabilitas dapat mengenyam pendidikan yang layak dan setara dengan anak-anak lainnya. Hal ini akan membuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan potensi dan berkontribusi bagi masyarakat.
Pemprov DKI Jakarta perlu mempertimbangkan peningkatan anggaran untuk pendidikan inklusif dan mempercepat proses pembangunan SLB Negeri baru. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak swasta juga sangat penting untuk memastikan terwujudnya pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh warga Jakarta, termasuk penyandang disabilitas.
Ke depannya, diharapkan akan ada peningkatan signifikan dalam akses pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas di Jakarta sehingga mereka dapat memiliki kesempatan yang sama untuk meraih cita-cita dan masa depan yang cerah.