Wujudkan Pendidikan Inklusif: MPR Desak Kerja Sama Semua Pihak
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendorong upaya bersama untuk mengatasi hambatan pendidikan inklusif di Indonesia, termasuk kesiapan lembaga pendidikan dan penerimaan orang tua.

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyerukan upaya bersama untuk mengatasi hambatan pendidikan inklusif di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan menyusul data BPS tahun 2024 yang menunjukkan 17,85 persen penyandang disabilitas berusia di atas lima tahun belum mengenyam pendidikan formal, jauh lebih tinggi dibandingkan angka 5,04 persen pada kelompok non-disabilitas. Hal ini menekankan urgensi penyelesaian masalah akses pendidikan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Menurut Lestari, layanan pendidikan berkualitas harus diakses semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Ia menekankan perlunya langkah nyata untuk mengatasi berbagai hambatan yang menghambat terwujudnya pendidikan inklusif. "Sejumlah hambatan dalam mewujudkan pendidikan inklusif harus segera diatasi dengan langkah-langkah nyata, sehingga semua orang, termasuk penyandang disabilitas, mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Pernyataan Lestari ini sejalan dengan paparan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, di Denpasar, Bali, Kamis lalu. Abdul Mu'ti menggarisbawahi dua kendala utama pendidikan inklusif di Indonesia: kurangnya kesiapan lembaga pendidikan dan kurangnya penerimaan orang tua terhadap pembelajaran inklusif.
Hambatan Pendidikan Inklusif dan Solusinya
Kurangnya kesiapan lembaga pendidikan menjadi tantangan besar. Banyak sekolah belum memiliki fasilitas dan guru yang terlatih untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Selain itu, tidak semua orang tua menerima anak mereka belajar bersama anak penyandang disabilitas. Hal ini membutuhkan perubahan paradigma dan sosialisasi yang masif.
Untuk mengatasi hal ini, Lestari menekankan perlunya solusi konkret yang melibatkan berbagai pihak. "Masukan dari pemangku kepentingan dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan strategi yang efektif dalam menjawab tantangan ini," tambahnya. Partisipasi aktif dari orang tua, guru, sekolah, pemerintah, dan masyarakat sipil sangat krusial.
Persiapan guru yang memiliki perspektif inklusif dan ramah terhadap anak berkebutuhan khusus juga menjadi poin penting. Lestari menyoroti pentingnya pelatihan dan pengembangan kapasitas guru dalam hal ini. Tidak hanya itu, pemahaman tentang pentingnya ekosistem pendidikan inklusif harus dipromosikan secara besar-besaran.
Pentingnya Kesadaran dan Upaya Kolaboratif
Masyarakat perlu memahami bahwa pendidikan inklusif bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama. Kampanye edukasi dan sosialisasi yang intensif perlu dilakukan untuk mengubah persepsi dan meningkatkan kesadaran publik. Dengan demikian, lingkungan yang suportif dan inklusif dapat tercipta.
Lestari menegaskan pentingnya gerakan bersama untuk membangun pendidikan inklusif. "Gerakan membangun pendidikan inklusif harus dilakukan segera agar terwujud layanan pendidikan berkualitas bagi semua orang," tegasnya. Kerja sama antar berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat, sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini.
Data BPS tahun 2024 yang menunjukkan disparitas akses pendidikan antara penyandang disabilitas dan non-disabilitas menjadi pengingat penting betapa mendesaknya upaya untuk mewujudkan pendidikan inklusif. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, diharapkan Indonesia dapat menciptakan sistem pendidikan yang setara dan memberikan kesempatan belajar bagi setiap individu, tanpa memandang keterbatasan fisik maupun mental.
Langkah-langkah konkret yang perlu dilakukan antara lain: peningkatan pelatihan guru, penyediaan fasilitas penunjang, kampanye sosialisasi, dan pembuatan regulasi yang mendukung pendidikan inklusif. Semua pihak harus bahu-membahu untuk menciptakan Indonesia yang lebih inklusif dan setara dalam bidang pendidikan.