Kasus Kekerasan Perempuan di Indonesia Meningkat Hampir 10 Persen di Tahun 2024
Komnas Perempuan melaporkan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada tahun 2024, mencapai 445.502 kasus, atau naik hampir 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan peningkatan signifikan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada tahun 2024. Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah kasus yang dilaporkan mencapai angka 445.502, menandai kenaikan hampir 10 persen dibandingkan tahun 2023. Laporan ini dirilis pada Jumat lalu dalam peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 di Jakarta. Peningkatan ini menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap kesejahteraan dan hak-hak perempuan di Indonesia.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, memaparkan bahwa kenaikan tersebut mencapai 43.527 kasus, atau sekitar 9,77 persen. Angka ini menunjukkan tren mengkhawatirkan yang membutuhkan penanganan komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak. Lebih lanjut, Komnas Perempuan juga mencatat peningkatan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, yang mencapai 330.097 kasus, atau naik 14,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas kasus kekerasan terjadi di ranah personal, menandakan pentingnya perlindungan dan dukungan di lingkungan terdekat korban.
Selain itu, data yang sangat memprihatinkan adalah peningkatan kasus kekerasan seksual yang meningkat lebih dari 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 3.166 kasus. Angka ini menunjukkan perlunya upaya lebih keras dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk penegakan hukum yang efektif dan perlindungan bagi korban. Komnas Perempuan menekankan pentingnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) secara menyeluruh dan konsisten.
Pentingnya Implementasi UU TPKS dan UU PKDRT
Komnas Perempuan menyoroti pentingnya implementasi UU TPKS dan UU PKDRT sebagai langkah krusial dalam mengatasi permasalahan kekerasan terhadap perempuan. "Upaya untuk memastikan implementasi UU TPKS dan UU PKDRT perlu menjadi perhatian serius semua pihak," tegas Andy Yentriyani. Hal ini termasuk percepatan penerbitan tiga peraturan pelaksana UU TPKS yang masih tertunda. Keberadaan peraturan pelaksana ini sangat penting untuk memberikan pedoman yang jelas dan operasional dalam penerapan UU di lapangan.
Data yang dihimpun Komnas Perempuan berasal dari 83 lembaga, 34 di antaranya merupakan lembaga nasional. Selain itu, informasi juga dikumpulkan dari 21 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukkan upaya Komnas Perempuan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai situasi kekerasan terhadap perempuan di berbagai wilayah di Indonesia.
Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah positif yang telah dilakukan, seperti pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dit PPA PPO) di Polri. Namun, perlu adanya dorongan untuk percepatan pembentukan unit serupa di tingkat Polda dan Polres untuk memperluas jangkauan dan efektivitas penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Memetakan Kemajuan dan Tantangan
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 tidak hanya menyoroti permasalahan, tetapi juga memetakan kemajuan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Salah satu kemajuan yang dicatat adalah pembentukan Dit PPA PPO di Polri. Keberadaan direktorat ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas penegakan hukum terkait kasus kekerasan terhadap perempuan.
Selain itu, catatan tahunan ini juga menandai perjalanan 25 tahun pelaksanaan UU ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan. Komnas Perempuan menekankan pentingnya pemahaman kerangka menentang penyiksaan dengan perspektif gender untuk upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini memerlukan pemahaman yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk penegak hukum, lembaga pemerintah, masyarakat sipil, dan masyarakat luas.
Data yang disajikan oleh Komnas Perempuan menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk melindungi perempuan dari kekerasan. Peningkatan jumlah kasus kekerasan menunjukkan perlunya strategi pencegahan yang lebih efektif dan komprehensif. Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa mendatang. Perlu adanya sinergi dan komitmen bersama dari seluruh pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi perempuan di Indonesia.
Kesimpulannya, data dari Komnas Perempuan menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Hal ini menuntut respons cepat dan terintegrasi dari pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk memastikan perlindungan dan keadilan bagi para korban, serta mencegah terjadinya kekerasan di masa mendatang. Implementasi UU TPKS dan UU PKDRT secara optimal menjadi kunci dalam upaya ini.