Kasus Mutilasi di Jawa Timur: Tersangka Diduga Psikopat Narsistik
Polisi Jawa Timur menetapkan tersangka mutilasi wanita dalam koper sebagai psikopat narsistik berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi forensik, yang menjelaskan perilaku antisosial dan kurangnya empati tersangka.
Seorang pria berinisial RTH (32) ditetapkan sebagai tersangka kasus mutilasi wanita yang ditemukan di dalam koper di Jawa Timur. Penemuan mayat korban, UK (29), yang dimutilasi dan dimasukkan ke dalam koper merah di Kabupaten Ngawi pada 23 Januari 2024 mengejutkan publik. Potongan tubuh korban lainnya ditemukan di Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek. Penangkapan RTH dilakukan pada 25 Januari 2024 di Tulungagung.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Kombes Pol. Farman, mengungkapkan hasil pemeriksaan psikologi forensik menunjukkan RTH memiliki gangguan kepribadian psikopat narsistik. Hal ini terlihat dari sikap tenang dan tanpa penyesalan tersangka pasca pembunuhan. "Hasil tes psikologi menunjukkan tersangka termasuk golongan psikopat narsistik," ujar Farman di Mapolda Jatim, Surabaya. Ciri khas psikopat narsistik, seperti antisosial dan kurangnya empati, terlihat jelas pada perilaku RTH.
Lebih lanjut, Farman menjelaskan bahwa psikopat narsistik kerap menunjukkan perilaku antisosial dan minim empati, terutama ketika merasa tersinggung. "Emosi mereka meledak-ledak dan rasa iba mereka sangat kurang," tambahnya. Sikap tenang RTH saat terlihat dalam rekaman CCTV membawa koper berisi mayat korban di hotel turut memperkuat dugaan ini. Pihak kepolisian berencana menghadirkan psikolog forensik untuk menjelaskan secara detail mengenai gangguan kepribadian tersebut.
Motif pembunuhan, menurut pengakuan RTH, dilatarbelakangi rasa sakit hati terhadap korban. Atas perbuatannya, RTH dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider 338 KUHP tentang pembunuhan, subsider pasal 351 ayat 3 dan Pasal 365 ayat 3 KUHP. Ancaman hukumannya berat, yakni hukuman mati atau seumur hidup.
Kasus ini menyoroti pentingnya pemahaman mengenai gangguan jiwa dalam konteks penegakan hukum. Perilaku tersangka yang dinilai abnormal membutuhkan perhatian serius dan kajian lebih mendalam untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kepedulian sosial dan memahami dampak perilaku antisosial.
Proses hukum terhadap RTH masih terus berlanjut. Polisi masih mendalami keterangan saksi dan mengumpulkan bukti-bukti pendukung untuk memperkuat dakwaan. Publik pun menunggu proses hukum yang adil dan transparan dalam kasus mutilasi yang menghebohkan ini. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua tentang pentingnya deteksi dini gangguan jiwa dan pentingnya membangun lingkungan yang lebih peduli terhadap sesama.
Kejadian ini menjadi sorotan karena sadisnya pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh pelaku. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting terkait bahaya perilaku psikopat narsistik dan pentingnya penanganan masalah kesehatan jiwa di masyarakat.