Kebijakan Baru Trump Soal EV: Indonesia Aman?
Kebijakan baru pemerintahan Trump terkait kendaraan listrik (EV) dinilai tak akan berdampak signifikan pada industri otomotif Indonesia karena minimnya investasi AS di sektor ini.
Kebijakan baru Amerika Serikat (AS) terkait kendaraan listrik (EV) di bawah pemerintahan Donald Trump tampaknya tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap industri otomotif Indonesia. Hal ini disampaikan oleh pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu. Pernyataan tersebut disampaikan Kamis lalu, 23 Januari 2024, kepada Antara.
Mengapa Indonesia relatif aman dari dampak kebijakan tersebut? Jawabannya terletak pada rendahnya investasi AS di ekosistem EV Indonesia. Sebaliknya, investasi asing di sektor ini lebih banyak berasal dari negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Dengan demikian, perubahan kebijakan di AS tidak terlalu memengaruhi Indonesia.
Yannes menjelaskan, "Dampak langsungnya mungkin terbatas, mengingat tidak terasanya investasi AS di ekosistem EV Indonesia." Indonesia lebih bergantung pada investor dari kawasan Asia yang memiliki peran lebih besar dalam pengembangan industri EV dalam negeri.
Lebih lanjut, dampak kebijakan AS justru lebih terasa bagi negara-negara yang selama ini banyak menerima manfaat dari AS. Artinya, Indonesia relatif tidak terpengaruh secara langsung.
Namun, perlu diperhatikan bahwa kebijakan AS yang lain justru berpotensi berdampak lebih luas. Misalnya, penarikan diri AS dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) memiliki implikasi yang signifikan terhadap kebijakan energi dan iklim global. Menurut Yannes, hal ini dapat memperlambat transisi menuju energi bersih hingga 5 tahun ke depan.
Sebagai informasi, kebijakan baru Trump ini menargetkan penghapusan kebijakan EV pemerintahan sebelumnya. Trump juga berencana untuk melemahkan standar emisi kendaraan bermotor, yang tentunya menjadi pukulan bagi upaya pelestarian lingkungan.
Langkah-langkah tersebut termasuk dalam serangkaian kebijakan eksekutif yang dikeluarkan Trump setelah pelantikan, sebagian besar bertujuan untuk membatalkan kebijakan pemerintahan pendahulunya. Ia juga mendeklarasikan darurat energi nasional, sebuah langkah yang memungkinkan perusahaan untuk berproduksi dengan lebih sedikit batasan lingkungan. Trump bahkan berencana menghentikan pendanaan untuk infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
Trump sendiri berargumen bahwa kebijakannya akan mendorong persaingan yang lebih sehat di pasar, meningkatkan inovasi, dan pertumbuhan ekonomi. Ia ingin mengakhiri peraturan emisi yang dianggapnya menghambat penjualan mobil berbahan bakar bensin dan mempertimbangkan penghapusan subsidi untuk kendaraan listrik.
Kesimpulannya, meskipun kebijakan baru Trump di bidang EV menimbulkan kekhawatiran global, dampaknya terhadap Indonesia diperkirakan minimal karena ketergantungan Indonesia pada investor dari negara-negara Asia, bukan Amerika Serikat.