Kelangkaan Kayu Bitti: Sekda Sulsel dan Rimba Bitti Bahas Pengembangan dan Pelestarian
Sekretaris Daerah Sulsel dan pendiri Rimba Bitti membahas kelangkaan kayu Bitti, bahan baku perahu Pinisi, dan rencana pengembangannya untuk pelestarian dan pariwisata.

Makassar, 21 Maret 2024 - Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Jufri Rahman, dan pendiri Rimba Bitti Pandala, Dr. Baharuddin Abidin, baru-baru ini mengadakan pertemuan penting untuk membahas isu kelangkaan kayu Bitti, bahan baku utama pembuatan perahu Pinisi yang legendaris. Pertemuan tersebut dilatarbelakangi oleh semakin langkanya kayu Bitti di Sulawesi Selatan, yang mengancam keberlanjutan tradisi pembuatan perahu Pinisi.
Pertemuan yang berlangsung di Makassar ini membahas rencana pengembangan dan pelestarian kayu Bitti. Jufri Rahman menekankan pentingnya kayu Bitti sebagai kayu unggulan Sulsel, yang penyebarannya meliputi beberapa kabupaten seperti Bantaeng, Enrekang, Bone, Bulukumba, Sidrap, dan Selayar. Aktivitas pengumpulan benih kayu Bitti pun telah dilakukan di Bulukumba dan Bone sebagai langkah awal pelestarian.
Kekhawatiran akan kelangkaan kayu Bitti semakin nyata. "Tadi saya menerima Bapak Baharuddin, seorang aktivis lingkungan. Kayu bitti sebagai bahan dasar pembuatan perahu pinisi di Bulukumba sudah mulai langka. Sekarang, bahkan kayu untuk pembuatan perahu berasal dari luar daerah," ujar Jufri Rahman.
Upaya Pengembangan dan Pelestarian Kayu Bitti
Rimba Bitti Pandala saat ini mengelola sekitar 7 hektare lahan untuk pengembangan kayu Bitti dan telah berhasil membudidayakan 1 ton bibit kayu Bitti (Vitex cofassus) yang siap untuk disebarluaskan. Langkah ini merupakan upaya konkret untuk mengatasi kelangkaan dan memastikan keberlanjutan ketersediaan kayu Bitti di masa depan.
Jufri Rahman menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak hanya fokus pada pengembangan kayu Bitti, tetapi juga membahas pengembangan Kawasan Wisata Rimba Bitti. Kawasan ini direncanakan sebagai hutan pemulihan (healing forest), lokasi kelas rekreasi (outing class) bagi pelajar, dan tempat kegiatan luar ruangan (outbound).
"Bibit ini telah disiapkan untuk disebarluaskan sehingga kelak kayu Bitti akan menjadi pohon endemik di Sulawesi Selatan. Pohon Bitti ini akan menjadi warisan dan upaya kita untuk memakmurkan daerah," tambahnya.
Partisipasi Rimba Bitti dalam Pembangunan Hutan Sulsel
Pendiri Rimba Bitti Pandala, Dr. Baharuddin Abidin, menyatakan tujuan kedatangannya untuk membahas peluang kontribusi dalam pembangunan hutan di Sulawesi Selatan. Hal ini sejalan dengan komitmen Rimba Bitti dalam mendukung pemerintah dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan berkelanjutan.
"Kami berharap ada peluang untuk berkontribusi dalam pembangunan hutan, seperti Healing Forest dan juga hutan pendidikan," ungkap Baharuddin.
Lebih lanjut, Baharuddin menjelaskan bahwa di Kawasan Wisata Rimba Bitti Pandala, lahan tanaman hutan Bitti juga dimanfaatkan sebagai kawasan wisata. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan anak-anak dengan alam dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan.
Karakteristik dan Persebaran Kayu Bitti
Kayu Bitti dikenal memiliki karakteristik yang unggul. Berdasarkan berbagai literatur ilmiah, pohon Bitti dapat tumbuh hingga setinggi 40 meter. Kayunya padat, kuat, dan tahan lama, tidak mengandung silika, serta kayu basahnya memiliki aroma seperti kulit. Keunggulan lainnya adalah ketahanan terhadap kebakaran dan kemampuannya untuk bertunas kembali setelah terbakar.
Secara alami, tanaman Bitti tumbuh di beberapa wilayah, termasuk Sulawesi, Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. Upaya pelestarian dan pengembangan kayu Bitti di Sulawesi Selatan diharapkan dapat menjaga kelestarian spesies ini dan mendukung keberlanjutan tradisi pembuatan perahu Pinisi.
Kerja sama antara pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat seperti Rimba Bitti sangat penting untuk keberhasilan program ini. Dengan langkah-langkah yang terpadu, diharapkan kelangkaan kayu Bitti dapat diatasi dan warisan budaya pembuatan perahu Pinisi dapat tetap lestari.