Kemenhut Bantah Pembatasan Drone Terkait Temuan Ladang Ganja di TNBTS
Kementerian Kehutanan membantah isu pembatasan penggunaan drone dan rencana penutupan TNBTS terkait penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, menegaskan bahwa aturan tersebut telah lama diterapkan.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) secara tegas membantah isu yang mengaitkan penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dengan pembatasan penggunaan drone dan rencana penutupan kawasan wisata di wilayah tersebut. Penemuan ladang ganja tersebut, yang terjadi pada bulan September 2024, merupakan hasil pengembangan kasus narkotika yang ditangani oleh Kepolisian Resor Lumajang, bukan sebagai alasan kebijakan pembatasan drone.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa isu tersebut tidak berdasar. Beliau menekankan bahwa regulasi mengenai pembatasan penggunaan drone di kawasan konservasi telah diatur jauh sebelum penemuan ladang ganja, tepatnya sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Aturan ini bahkan telah diterapkan sejak tahun 2019 melalui SOP pendakian Gunung Semeru.
Lebih lanjut, Satyawan menjelaskan kronologi penemuan ladang ganja tersebut. Tim gabungan dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, dan perangkat Desa Argosari berhasil mengungkap ladang ganja di Blok Pusung Duwur pada tanggal 18-21 September 2024. Lokasi ladang ganja yang tersembunyi dan sulit dijangkau ini berhasil dipetakan dengan bantuan teknologi drone.
Penggunaan Drone dan Penemuan Ladang Ganja
Penggunaan drone dalam operasi pengungkapan ladang ganja di TNBTS terbukti efektif dalam memetakan lokasi yang tersembunyi di lereng curam dan tertutup semak belukar lebat. Teknologi ini membantu tim gabungan untuk menemukan dan menjangkau lokasi ladang ganja yang sulit diakses dengan cara konvensional. Setelah ditemukan, tim gabungan yang terdiri dari petugas Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, Polisi Hutan, dan anggota Manggala Agni, bersama masyarakat setempat, langsung melakukan pembersihan dan pencabutan tanaman ganja sebagai barang bukti.
Keberhasilan operasi ini menunjukkan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam upaya pengawasan dan perlindungan kawasan konservasi. Meskipun demikian, Kemenhut menegaskan bahwa pembatasan penggunaan drone di TNBTS sudah merupakan kebijakan yang telah lama diterapkan dan tidak ada kaitannya dengan penemuan ladang ganja tersebut.
Proses hukum terkait kasus penemuan ladang ganja terus berjalan. Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan empat tersangka, warga Desa Argosari, dan saat ini keempat tersangka tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lumajang. Kemenhut berkomitmen untuk mendukung penuh proses hukum tersebut.
Pentingnya Pengawasan dan Pencegahan
Menyikapi kejadian ini, Kemenhut menyatakan komitmennya untuk meningkatkan patroli dan pengawasan di kawasan TNBTS guna mencegah kejadian serupa terulang. Upaya ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Balai Besar TNBTS, aparat penegak hukum, dan masyarakat sekitar. Pemanfaatan teknologi, seperti drone, akan tetap dioptimalkan, namun tetap dalam koridor peraturan yang berlaku.
Satyawan Pudyatmoko menegaskan kembali bahwa pembatasan penggunaan drone di TNBTS merupakan bagian dari upaya konservasi dan perlindungan lingkungan, bukan sebagai respons atas penemuan ladang ganja. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan mencegah aktivitas ilegal di kawasan konservasi.
Ke depannya, Kemenhut akan terus berupaya meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak untuk menjaga kelestarian TNBTS dan mencegah terjadinya aktivitas ilegal di kawasan tersebut. Hal ini penting untuk memastikan kelestarian flora dan fauna di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
"Kami akan terus meningkatkan patroli dan pengawasan agar kejadian serupa tidak kembali terulang di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru," tegas Satyawan.