Kemenkes Targetkan Peningkatan Harapan Hidup Sehat hingga 65 Tahun
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya meningkatkan angka harapan hidup sehat (HALE) di Indonesia menjadi 65 tahun melalui Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) 2025-2029, dengan berbagai strategi dan kolaborasi antar kementerian.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan peningkatan angka harapan hidup sehat (HALE) di Indonesia. Saat ini, HALE Indonesia berada di angka 63 tahun, sedangkan usia harapan hidup mencapai 74 tahun. Artinya, setelah usia 63 tahun, sebagian besar penduduk Indonesia mengalami masa sakit-sakitan. Upaya peningkatan HALE ini tertuang dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) 2025-2029 yang dicanangkan Kemenkes.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, menjelaskan pentingnya peningkatan HALE untuk memastikan kualitas hidup masyarakat. "Visi RIBK adalah 'masyarakat yang sehat dan produktif untuk Indonesia Emas 2045'," ujar Menkes Budi. Program ini bertujuan agar penduduk Indonesia tidak hanya hidup panjang, tetapi juga hidup sehat dan produktif.
RIBK mencakup enam sasaran strategis, termasuk peningkatan kualitas layanan kesehatan, promosi gaya hidup sehat, dan pengembangan teknologi kesehatan. Untuk mencapai target tersebut, Kemenkes telah menetapkan 42 indikator kerja yang akan dipantau dan dievaluasi secara berkala. Beberapa indikator tersebut akan dikerjasamakan dengan kementerian dan lembaga lain mengingat cakupannya yang lintas sektoral.
Sasaran Strategis RIBK 2025-2029
Selain peningkatan HALE menjadi 65 tahun, RIBK juga menargetkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) dari 72,13 tahun menjadi 75,40 tahun. Indeks cakupan layanan Jaminan Kesehatan Semesta (UHC) juga ditargetkan meningkat dari 55 menjadi 62. Terakhir, angka kelahiran total ditargetkan turun dari 2,14 menjadi 2,10. Kemenkes menyadari bahwa pencapaian target ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
Dari 42 indikator yang ditetapkan, beberapa di antaranya akan dikerjasamakan dengan kementerian dan lembaga lain. Menkes Budi mencontohkan isu stunting yang membutuhkan kerja sama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mencegah pernikahan usia dini, salah satu faktor risiko stunting. "Stunting itu akan terjadi kalau infeksi-infeksi karena sanitasi buruk. Sanitasi buruk lebih tepat Menteri PU," jelas Menkes Budi.
Kemenkes juga menyadari bahwa penanganan stunting membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kemenkes hanya berperan dalam 30 persen penanganan stunting, sementara 70 persen lainnya ditangani oleh lembaga non-Kemenkes. Hal ini menunjukkan pentingnya sinergi dan kolaborasi antar kementerian dan lembaga untuk mencapai tujuan peningkatan HALE dan sasaran strategis RIBK lainnya.
Tantangan dan Kolaborasi
Pencapaian target peningkatan HALE dan sasaran strategis RIBK lainnya menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perlunya kolaborasi yang kuat antar kementerian dan lembaga terkait. Banyak faktor penentu kesehatan yang berada di luar kewenangan Kemenkes, seperti sanitasi dan pernikahan dini. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif dan lintas sektoral sangat penting untuk keberhasilan program ini.
Kolaborasi ini tidak hanya terbatas pada kementerian dan lembaga pemerintah, tetapi juga melibatkan sektor swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat luas. Partisipasi aktif dari semua pihak sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, diharapkan target peningkatan HALE dan sasaran strategis RIBK lainnya dapat tercapai, mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Peningkatan angka harapan hidup sehat merupakan investasi jangka panjang untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan masyarakat yang sehat dan produktif, Indonesia dapat mencapai kemajuan ekonomi dan sosial yang lebih pesat. Kemenkes berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia melalui berbagai program dan kebijakan yang inovatif dan kolaboratif.