Kepastian Hukum: Kunci Perbaikan Kepercayaan Pasar dan IHSG?
Pengamat Hardjuno Wiwoho menilai, kepastian hukum dan tata kelola pemerintahan yang kompeten sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia serta menyelamatkan IHSG dari gejolak.

Jakarta, 18 Maret 2024 - Kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir-akhir ini menjadi sorotan. Bukan hanya reaksi terhadap belanja negara yang agresif, tetapi juga akibat melemahnya budaya teknokrasi dan ketidakpastian hukum, menurut pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Pernyataan ini disampaikannya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa lalu, merespon situasi ekonomi terkini.
Hardjuno menekankan perlunya kepastian hukum yang jelas dan tata kelola pemerintahan yang berbasis kompetensi untuk meningkatkan kepercayaan pasar. Ia menjelaskan bahwa pasar membutuhkan bukti nyata keseriusan pemerintah dalam membangun tata kelola yang bersih dan profesional. Ketidakpastian hukum dan lemahnya penegakan hukum dinilai menjadi faktor utama yang menggerus kepercayaan investor.
Lebih lanjut, Hardjuno menyatakan bahwa "Pasar membutuhkan bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam membangun tata kelola yang bersih dan profesional." Menurutnya, situasi ini bukan hanya berdampak pada investor asing, tetapi juga kepercayaan masyarakat luas terhadap pemerintahan.
UU Perampasan Aset: Langkah Strategis?
Sebagai solusi cepat, Hardjuno menyoroti pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Ia berpendapat, UU ini bukan hanya instrumen hukum, tetapi juga sinyal kuat bagi pasar bahwa pemerintah berkomitmen memberantas korupsi dan membangun kembali budaya teknokrasi. Hal ini dinilai krusial, terutama setelah munculnya dugaan korupsi besar di PT Pertamina yang semakin memperburuk sentimen negatif terhadap tata kelola negara.
Dengan UU Perampasan Aset, negara dapat lebih efektif menyita aset-aset hasil korupsi. "Apabila aset koruptor bisa langsung disita dan dikembalikan ke negara," kata Hardjuno, "maka negara memiliki lebih banyak ruang fiskal tanpa harus terus-menerus mencari utang atau mengorbankan sektor strategis lainnya."
Namun, Hardjuno mengakui bahwa penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi banyak kendala, termasuk proses hukum yang panjang dan kesulitan menyita aset. Tanpa perangkat hukum yang efektif, aset hasil korupsi akan tetap dinikmati para pelaku, meskipun telah dihukum. Kondisi ini, menurutnya, membuat masyarakat memandang perang melawan korupsi sebagai alat politik, bukan upaya fundamental memperbaiki sistem.
Kredibilitas Teknokrasi dan Dampaknya pada IHSG
Hardjuno menegaskan, mengembalikan kredibilitas teknokrasi bukan hanya soal pergantian pejabat, tetapi juga memastikan akuntabilitas kebijakan. Pejabat yang dipilih berdasarkan kompetensi akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik dan terimplementasi dengan efektif. Sebaliknya, jika pejabat dipilih tanpa mempertimbangkan kompetensi, kebijakan yang dihasilkan cenderung bermasalah.
Ia memperingatkan, "Kalau sistem seperti ini terus berjalan, IHSG akan terus bergejolak karena pasar melihat negara ini semakin sulit diprediksi. Lebih jauh dampaknya bahkan bisa pada investasi jangka panjang dan stabilitas nilai tukar rupiah."
Oleh karena itu, Hardjuno menekankan perlunya langkah konkret, bukan hanya janji politik, untuk menunjukkan kemampuan negara dalam pengelolaan yang baik. Kepastian hukum dan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel menjadi kunci utama untuk mengembalikan kepercayaan pasar dan menstabilkan IHSG.
Kesimpulannya, peningkatan kepercayaan pasar dan pemulihan IHSG membutuhkan komitmen nyata pemerintah dalam penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik dan berbasis kompetensi. Pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi salah satu langkah penting dalam upaya tersebut.