KKP dan FAO Sukses Kelola Ekosistem Perikanan Darat: Inovasi dan Kearifan Lokal Jadi Kunci
Sinergi KKP dan FAO melalui proyek IFish selama tujuh tahun berhasil mengelola ekosistem perikanan darat Indonesia secara berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjadi inspirasi global.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations (UN) telah menunjukkan hasil kerja sama yang signifikan dalam pengelolaan ekosistem perikanan darat Indonesia. Selama tujuh tahun terakhir, melalui proyek IFish yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF), keduanya telah berhasil mengintegrasikan sains, praktik lapangan, dan kearifan lokal untuk mencapai keberlanjutan sektor perikanan darat.
Proyek IFish, yang berlangsung sejak 2017 hingga 2024, menangani tantangan serius yang dihadapi ekosistem air tawar Indonesia, seperti eksploitasi berlebihan, degradasi lingkungan, dan perubahan iklim. Hal ini mengancam mata pencaharian jutaan masyarakat yang bergantung pada perikanan darat, yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Kepala BPPSDM KP KKP, I Nyoman Radiarta, menekankan pentingnya upaya ini untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan.
Kerja sama ini telah menghasilkan pengembangan 15 kebijakan nasional dan regional yang mengatur lebih dari 11.800 kilometer persegi ekosistem air tawar kritis di Jawa, Kalimantan, dan Sumatra. Model pengelolaan berbasis komunitas diterapkan di lima wilayah demonstrasi, menargetkan spesies bernilai tinggi seperti sidat, arwana, belida, dan ikan beje. Hal ini menunjukkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi dalam pengelolaan sumber daya perikanan.
Pendekatan Berbasis Komunitas dan Sains
Salah satu kunci keberhasilan IFish adalah pendekatan berbasis komunitas. Lebih dari 10.500 masyarakat lokal telah menerima pelatihan dalam akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, dan pengolahan pasca-panen. Pendekatan ini memastikan bahwa masyarakat lokal berperan aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan di wilayah mereka.
Program ini juga mengembangkan sistem pemantauan berbasis masyarakat untuk meningkatkan akurasi data perikanan. Selain itu, IFish menginisiasi forum multi-sektor yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, LSM, kelompok masyarakat, dan sektor swasta dalam pengambilan keputusan, memastikan partisipasi yang inklusif dalam pengelolaan sumber daya.
Standar nasional kompetensi juga telah ditetapkan untuk Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) perairan darat, budi daya arwana, pengelolaan dan pemanfaatan sidat. Hal ini menunjukkan komitmen untuk membangun kapasitas dan keahlian lokal dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Inovasi dan Pelestarian
IFish telah menghasilkan beberapa pencapaian signifikan, termasuk pengesahan sistem pengelolaan perikanan adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau. Sistem ini menerapkan zona larangan tangkap untuk melindungi stok ikan, menunjukkan keberhasilan integrasi kearifan lokal dengan praktik pengelolaan modern.
Komitmen pelepasliaran 2,5 persen hasil budi daya sidat ke perairan umum juga merupakan langkah konkret dalam menjaga keseimbangan populasi spesies ini. Pada 2024, sebanyak 20 kilogram sidat telah dilepasliarkan di Bendung Cijalu, Cilacap.
IFish juga berkontribusi pada pengembangan jalur ikan berkelanjutan pertama di Indonesia di Jawa Barat. Inisiatif ini melindungi spesies ikan migrasi seperti belut dan telah diadopsi dalam proyek infrastruktur sungai provinsi, serta diintegrasikan dalam standar pengembangan irigasi nasional. Bahkan, swasta turut berkontribusi dalam membangun fishway sebagai bagian dari Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) Kertamukti.
Pemanfaatan Berkelanjutan dan Dampak Global
Proyek ini juga mendorong pendekatan nol limbah dalam perikanan. Kelompok perempuan mengolah belut menjadi produk bernilai tambah yang digunakan dalam program gizi lokal untuk mengatasi stunting di Jawa Barat. Ini menunjukkan bagaimana pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dapat berkontribusi pada peningkatan gizi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal, menekankan bahwa model keberlanjutan IFish dapat menjadi inspirasi global. Ia menyatakan bahwa konservasi keanekaragaman hayati dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. IFish bukan hanya proyek percontohan bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.
Dengan berakhirnya proyek IFish, FAO dan KKP berharap praktik dan kebijakan yang telah dikembangkan dapat direplikasi di wilayah lain di Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa keberlanjutan perikanan darat harus menjadi prioritas nasional. IFish telah membuktikan bahwa pengelolaan berbasis sains, inovasi, dan kearifan lokal dapat menjadi solusi efektif untuk masa depan perikanan darat Indonesia yang lestari dan berdaya saing.