KKP Perkuat Perlindungan Hiu dan Pari Lewat Kolaborasi Internasional
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program strategis untuk melindungi hiu dan pari dengan kolaborasi internasional, menekankan aspek legalitas, ketelusuran, dan keberlanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengumumkan kerja sama internasional untuk melindungi hiu dan pari. Program ini diluncurkan di Jakarta pada 24 Januari, sebagai upaya untuk melindungi spesies penting yang peran ekologisnya krusial dan bermigrasi antar negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Dirjen PKRL) KKP, Victor Gustaaf Manoppo, menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam pengelolaan hiu dan pari. Migrasi antar negara membuat perlindungan spesies ini menjadi tantangan global yang memerlukan respon lintas batas. Inisiatif ini merupakan bukti nyata komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian laut.
Program strategis yang diberi nama “Penguatan Kapasitas Indonesia untuk Mengurangi Perdagangan Hiu dan Pari Ilegal” merupakan hasil kolaborasi KKP dengan berbagai pihak. Yayasan Rekam Nusantara, Centre for Environment, Fisheries and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Liverpool John Moores University turut berpartisipasi, dengan pendanaan dari IWT Challenge Fund Pemerintah Inggris.
KKP telah menetapkan perlindungan penuh untuk beberapa spesies hiu dan pari, termasuk hiu paus, hiu berjalan, pari manta, pari gergaji, pari kei, dan pari sungai. Komitmen ini diperkuat dengan pengembangan 28 kawasan konservasi seluas 5,75 juta hektar sebagai habitat bagi spesies-spesies tersebut.
Program ini fokus pada tiga pilar utama: legalitas, ketelusuran, dan keberlanjutan. Victor Manoppo berharap program ini dapat memperkuat kelembagaan dan menghasilkan rekomendasi strategis untuk pengelolaan berkelanjutan hiu dan pari di Indonesia. Inisiatif ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang memprioritaskan konservasi laut sebagai strategi nasional.
Ketua Yayasan Rekam Nusantara, Irfan Yulianto, menambahkan bahwa program ini akan mengandalkan riset, peningkatan kapasitas masyarakat, dan teknologi inovatif. Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan program ini. Dukungan juga datang dari Pemerintah Inggris, yang mengapresiasi komitmen Indonesia sebagai negara perikanan terbesar dan produsen hiu terbesar kedelapan di dunia.
Perwakilan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Amanda McLoughlin, menyatakan dukungan penuh terhadap program ini melalui pendanaan dan kerja sama erat. Sementara itu, Marine Wildlife Trade and Bycatch Lead CEFAS, Joanna Murray, menjelaskan bahwa proyek tersebut akan melibatkan sektor swasta untuk meningkatkan kepatuhan, mengembangkan program peningkatan kapasitas bagi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Program ini juga mencakup identifikasi spesies hiu, mitigasi tangkapan sampingan, pengumpulan data, dan pengembangan generasi ahli hiu Indonesia melalui beasiswa PhD.
Kesimpulannya, kolaborasi internasional ini menandai langkah signifikan Indonesia dalam melindungi hiu dan pari. Dengan fokus pada legalitas, ketelusuran, dan keberlanjutan, program ini diharapkan dapat berkontribusi pada pelestarian ekosistem laut dan pembangunan berkelanjutan.