Komnas HAM Selidiki Ricuh Rapat RUU TNI: Kebebasan Berpendapat vs. Ketertiban Umum
Komnas HAM akan menyelidiki kericuhan dalam rapat RUU TNI di Jakarta, menyeimbangkan hak kebebasan berpendapat dengan ketertiban umum.

Jakarta, 19 Maret 2025 - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyelidiki insiden kericuhan yang terjadi pada rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025. Insiden ini melibatkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang memprotes tertutupnya rapat tersebut. Penyelidikan dilakukan untuk mengungkap fakta dan informasi terkait peristiwa tersebut, serta memastikan dihormati hak asasi manusia semua pihak yang terlibat.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menyatakan dalam konferensi pers, Rabu, bahwa penyelidikan ini berdasarkan mandat dan kewenangan Komnas HAM sesuai Pasal 89 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Komnas HAM menekankan pentingnya jaminan dan perlindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun tetap dalam koridor hukum yang berlaku. Penyelidikan ini bertujuan untuk memastikan agar proses penyampaian aspirasi tetap berjalan tanpa mengorbankan ketertiban umum.
Peristiwa ini bermula dari rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI yang digelar Komisi I DPR RI bersama pemerintah pada 14-15 Maret 2025 di sebuah hotel di Jakarta. Koalisi Masyarakat Sipil menilai rapat tersebut tidak transparan karena dilakukan secara tertutup. Ketidaksetujuan ini memicu aksi protes yang berujung pada kericuhan.
Aksi Protes dan Tuntutan Transparansi
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, mendatangi ruang rapat pada Sabtu, 15 Maret 2025. Mereka menuntut agar pembahasan RUU TNI dilakukan secara terbuka dan partisipatif. "Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup," tegas Andrie Yunus, Wakil Koordinator KontraS, salah satu anggota koalisi yang turut menerobos masuk ruang rapat.
Tiga perwakilan koalisi sempat memasuki ruang rapat, namun langsung dikeluarkan oleh petugas keamanan. Meskipun telah dikeluarkan, mereka tetap menyuarakan aspirasinya di luar ruangan. Aksi ini dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh pihak hotel karena dianggap menimbulkan kericuhan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, membenarkan adanya laporan tersebut pada Minggu, 16 Maret 2025. Laporan tersebut berasal dari sekuriti hotel dengan inisial RYR. Polisi menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum, perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan, dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Penyelidikan Komnas HAM: Menyeimbangkan Hak dan Kewajiban
Komnas HAM, dalam penyelidikannya, akan berupaya untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang peristiwa tersebut. Mereka akan mengumpulkan informasi dan bukti dari berbagai sumber, termasuk dari pihak-pihak yang terlibat langsung dalam insiden tersebut. Komnas HAM akan menganalisis apakah hak-hak asasi manusia telah dihormati selama proses penyampaian aspirasi dan penanganan kericuhan.
Penyelidikan ini penting untuk memastikan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin, namun juga untuk menjaga ketertiban umum. Komnas HAM akan menyelidiki apakah tindakan aparat keamanan sudah sesuai dengan prosedur dan proporsional. Hasil penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang konstruktif untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Komnas HAM juga akan menelaah apakah proses pembahasan RUU TNI telah sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi dan partisipasi publik. Transparansi dalam proses pembuatan undang-undang sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Kesimpulan
Insiden kericuhan dalam rapat RUU TNI menyoroti pentingnya keseimbangan antara hak kebebasan berpendapat dan ketertiban umum. Penyelidikan Komnas HAM diharapkan dapat memberikan kejelasan dan rekomendasi untuk memastikan agar penyampaian aspirasi dapat dilakukan secara damai dan tertib, tanpa mengabaikan hak-hak asasi manusia.