Konsorsium Perguruan Tinggi: Upaya Terukur Entaskan Stunting di NTT
Kemendukbangga/BKKBN bersama Kemendiktisaintek dan beberapa universitas membentuk Konsorsium Perguruan Tinggi untuk menurunkan angka stunting di NTT yang mencapai 37,9 persen.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemendukbangga)/BKKBN, berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan sejumlah universitas, membentuk Konsorsium Perguruan Tinggi (KPT) untuk mengatasi masalah stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT). Inisiatif ini diluncurkan di Jakarta pada 8 Maret 2024, sebagai respons terhadap angka prevalensi stunting di NTT yang mencapai 37,9 persen, jauh di atas angka nasional 21,5 persen. Langkah ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Mendukbangga/Kepala BKKBN, Wihaji, menyatakan komitmen penuh dalam menurunkan angka stunting, khususnya di NTT dan Jawa Barat. "Kemendukbangga/BKKBN akan terus berjuang menurunkan jumlah anak stunting khususnya di NTT yang angka prevalensinya tinggi, dan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah anak stunting terbanyak. Kami membuka ruang kerja bagi pelaksanaan aksi KPT untuk mendukungnya," kata Wihaji. Pembentukan KPT ini, yang melibatkan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Brawijaya (UB) sebagai langkah awal, merupakan tindak lanjut komitmen bersama dalam pengentasan kemiskinan dan stunting di NTT.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diinisiasi oleh Presiden dan Wakil Presiden, menjadi fokus utama. Program ini tidak hanya menargetkan anak sekolah, tetapi juga ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di luar PAUD. Wihaji menjelaskan, "Pelaksanaan MBG di NTT juga akan fokus dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, balita non-PAUD dengan kolaborasi. Kami mengerahkan para Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan para Tim Pendamping Keluarga (TPK)." Program ini akan dijalankan melalui Kampung Berkualitas yang telah mapan, dengan penekanan pada penggunaan pangan lokal dan memastikan penyaluran bantuan tepat sasaran.
Inovasi KPT dalam Penanggulangan Stunting
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek, Fauzan Adziman, menekankan pentingnya membangun ekosistem di NTT melalui rencana aksi KPT. "Penting untuk membangun ekosistem sehingga suatu provinsi bisa membangun dirinya sendiri. Konsep KPT di masa depan akan direplikasi di provinsi lainnya," ujarnya. KPT akan menjalankan beberapa program inovatif, termasuk inovasi rekayasa sosial dan kelembagaan, inovasi kesehatan dan lingkungan, inovasi pengelolaan pangan lokal bergizi, inovasi produksi bahan pangan lokal bergizi, serta pengembangan dan keberlanjutan program.
Salah satu fokus utama KPT adalah intervensi pada masa prakonsepsi dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Wihaji menegaskan, "Semua program yang dilaksanakan untuk pengentasan kemiskinan dan stunting harus berdampak dan terukur, berapa jumlah anak stunting dan berapa jumlah penurunan anak yang stunting setelah dilakukan intervensi dalam program. Kita fokus pada prakonsepsi atau persiapan kesehatan sebelum kehamilan terjadi dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan." Hal ini menunjukkan komitmen untuk pendekatan yang terukur dan berkelanjutan.
Kolaborasi antara Kemendukbangga/BKKBN, Kemendikbudristek, dan perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan solusi inovatif dan terukur dalam mengatasi masalah stunting di NTT. Pendekatan terintegrasi ini menjanjikan dampak yang lebih signifikan dibandingkan dengan upaya yang dilakukan secara terpisah. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan program ini dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan memberikan dampak positif bagi kesehatan anak di NTT.
Harapan Gubernur NTT
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, berharap semua upaya yang dilakukan dalam pengentasan stunting di NTT dapat memberikan dampak yang nyata dan terukur. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah pusat untuk memastikan keberhasilan program-program yang telah dirancang. Monitoring dan evaluasi yang ketat akan menjadi kunci keberhasilan dalam menurunkan angka stunting di NTT.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan angka prevalensi stunting di NTT sebesar 37,9 persen. Angka ini menjadi tantangan besar yang membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak untuk segera ditangani. KPT diharapkan dapat menjadi solusi inovatif dan efektif dalam mengatasi masalah ini.
Kesimpulannya, pembentukan Konsorsium Perguruan Tinggi merupakan langkah strategis dalam upaya pemerintah untuk menurunkan angka stunting di NTT. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan inovasi yang tepat, diharapkan program ini dapat memberikan dampak yang signifikan dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di NTT.