Kucing Hutan Dilepasliarkan BKSDA Sumbar di Cagar Alam Maninjau
BKSDA Sumbar melepasliarkan seekor kucing hutan betina yang diserahkan warga di Cagar Alam Maninjau, Sumatera Barat setelah dinyatakan sehat dan siap kembali ke habitatnya.

Kucing hutan, satwa dilindungi, kembali ke habitat aslinya. BKSDA Sumatera Barat (Sumbar) berhasil melepaskan seekor kucing hutan (Prionailurus bengalensis) di Cagar Alam Maninjau, Kabupaten Agam, Jumat (24/1). Hewan langka ini diserahkan seorang warga dan dinyatakan sehat oleh petugas sebelum dilepasliarkan.
Ade Putra, Kepala Resor Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, menjelaskan kucing hutan betina berusia sekitar dua tahun itu dalam kondisi prima dan agresif. "Dari observasi, satwa ini sehat dan agresif, layak dilepasliarkan," ungkap Ade. Kondisi ini menandakan kemampuannya untuk bertahan hidup di alam liar.
Kucing hutan tersebut diserahkan Febie Aleyda Yahya (24), warga Tanjung Batuang, Nagari Duo Koto, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Febie menemukannya di selokan belakang rumahnya seminggu sebelumnya dan langsung melaporkan ke BKSDA Sumbar. Pihak BKSDA pun langsung melakukan evaluasi kesehatan hewan tersebut sebelum memutuskan untuk melepaskannya kembali ke habitatnya.
Ade menambahkan, ini merupakan penyerahan satwa dilindungi ketiga kepada BKSDA Sumbar di bulan Januari 2025. Sebelumnya, ada tiga ekor kukang yang diserahkan warga dari Kabupaten Agam dan Pasaman Barat. Hal ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa langka.
Mengapa pelepasliaran penting? Kucing hutan, meski terdaftar sebagai spesies risiko rendah oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) sejak 2002, tetap terancam oleh hilangnya habitat dan perburuan. Di Indonesia, perlindungan kucing hutan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 (sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2024) dan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018, yang melarang segala bentuk eksploitasi terhadap satwa ini.
Bagaimana proses pelepasliaran? BKSDA Sumbar melakukan observasi menyeluruh terhadap kondisi kesehatan dan perilaku kucing hutan sebelum memutuskan untuk melepaskannya. Proses ini bertujuan memastikan hewan tersebut mampu bertahan hidup dan berkembang biak kembali di habitat aslinya. Dengan dilepasliarkannya kucing hutan ini, diharapkan populasi satwa ini dapat terjaga dan ekosistem di Cagar Alam Maninjau tetap terlindungi.
Kucing hutan, atau sering juga disebut kucing kuwuk, memiliki ciri fisik khas. Ukurannya mirip kucing domestik, namun lebih ramping dengan kaki panjang dan selaput di antara jari-jari kakinya. Ciri khas lainnya adalah dua garis gelap dari mata ke telinga, serta garis putih kecil dari mata ke hidung. Bulunya dipenuhi bintik-bintik hitam dengan ukuran dan warna bervariasi.
Pelepasliaran ini menunjukkan komitmen BKSDA Sumbar dalam upaya konservasi satwa liar dan kerjasama yang baik dengan masyarakat. Dengan kesadaran masyarakat dan upaya pihak berwenang, diharapkan populasi kucing hutan dan satwa dilindungi lainnya dapat terjaga kelestariannya.