Kurir Sabu 1,1 Kg Dituntut 19 Tahun Penjara di Banda Aceh
Muhammad Putra Zulfikar, kurir sabu seberat 1,1 kg, dituntut 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Banda Aceh karena melanggar UU Narkotika.

Pengadilan Negeri Banda Aceh menggelar sidang terhadap Muhammad Putra Zulfikar, seorang kurir narkoba yang membawa 1,1 kilogram sabu-sabu. Sidang yang berlangsung pada Rabu, 19 Maret 2024, menghasilkan tuntutan 19 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banda Aceh terhadap terdakwa. Peristiwa ini terjadi di Banda Aceh, Aceh, dan melibatkan jaringan narkoba antarprovinsi, dengan terdakwa yang berperan sebagai kurir.
Jaksa Penuntut Umum Teddy Lazuardi membacakan tuntutan tersebut di hadapan majelis hakim yang diketuai Said Hasan. Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Terdakwa, warga Darul Imarah, Aceh Besar, menjalani persidangan tanpa didampingi penasihat hukum.
Tuntutan tersebut didasarkan pada Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas kepemilikan dan peredaran sabu-sabu tersebut. Kasus ini menyoroti ancaman serius peredaran narkoba di Indonesia dan upaya penegak hukum dalam memberantasnya.
Kronologi Peristiwa dan Peran Terdakwa
Berdasarkan fakta persidangan, terungkap bahwa Muhammad Putra Zulfikar pada Desember 2023 ditugaskan oleh seseorang bernama Muhammad Jalil untuk mengambil sabu-sabu di Surabaya, Jawa Timur. Sebagai imbalan, ia dijanjikan upah Rp150 juta per kilogram. Terdakwa menerima uang muka sebesar Rp41,2 juta sebelum berangkat ke Surabaya.
Sesampainya di Surabaya, terdakwa diarahkan ke sebuah apartemen untuk mengambil lima kilogram sabu-sabu. Namun, ia kemudian diarahkan oleh Muhammad Jalil untuk membawa barang haram tersebut ke tempat lain di Surabaya dengan upah yang lebih rendah, yaitu Rp25 juta atau Rp5 juta per kilogram.
Karena merasa upah tersebut tidak sesuai kesepakatan awal, terdakwa menolak dan memutuskan komunikasi dengan Muhammad Jalil. Ia memasukkan sabu-sabu tersebut ke dalam tasnya dan kembali ke Aceh menggunakan bus. Sebagian sabu-sabu tersebut digunakan sendiri oleh terdakwa, sementara sebagian lainnya dijual melalui orang lain.
Penangkapan terdakwa terjadi pada pertengahan November 2024 setelah orang yang mengedarkan sabu-sabu hasil penjualan terdakwa ditangkap oleh pihak kepolisian. Hal ini menunjukkan adanya jaringan peredaran narkoba yang terorganisir dan luas.
Proses Persidangan dan Nota Pembelaan
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 25 Maret 2024, dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari terdakwa. Majelis hakim telah meminta terdakwa untuk menyiapkan pembelaan, baik secara tertulis maupun lisan. Langkah ini memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan dan bukti-bukti yang meringankan hukumannya.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan betapa seriusnya ancaman peredaran narkoba di Indonesia. Hukuman yang dituntutkan cukup berat, mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memberantas kejahatan tersebut. Proses persidangan selanjutnya akan menentukan nasib terdakwa dan menjadi pelajaran bagi siapapun yang terlibat dalam peredaran narkoba.
Fakta-fakta penting dalam kasus ini:
- Terdakwa dituntut 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
- Barang bukti yang disita berupa 1,1 kilogram sabu-sabu.
- Terdakwa berperan sebagai kurir dalam jaringan narkoba antarprovinsi.
- Terdakwa menerima upah sebesar Rp150 juta per kilogram sabu-sabu.
- Penangkapan terdakwa terjadi setelah orang yang mengedarkan sabu-sabunya ditangkap polisi.
Putusan hakim nantinya akan menjadi penentu akhir dari kasus ini dan akan memberikan dampak signifikan terhadap upaya pemberantasan narkoba di Indonesia. Publik menantikan keadilan yang ditegakkan dalam kasus ini.