LaNyalla Terima Aduan Nelayan Soal Dampak Proyek Surabaya Waterfront Land
Anggota DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima aduan nelayan Surabaya terkait dampak negatif proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL) terhadap mata pencaharian dan lingkungan.

Anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menerima aduan serius dari sejumlah nelayan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya. Aduan tersebut menyoroti dampak negatif proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL) terhadap kehidupan dan mata pencaharian mereka. Pertemuan tersebut digelar di Gedung Graha Kadin Jatim pada Kamis lalu. Proyek yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) ini menuai kontroversi dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan nelayan.
Ketua DPC HNSI Kota Surabaya, Heru SR, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas proyek tersebut. "Berbagai upaya telah kami lakukan bersama elemen masyarakat lain untuk menyuarakan keberatan terhadap proyek ini," ujarnya. Namun, hingga kini, proyek reklamasi di perairan Pantai Timur Surabaya tetap berjalan, menimbulkan keresahan di kalangan nelayan yang bergantung hidup dari hasil laut di wilayah tersebut.
Kekhawatiran nelayan bukan tanpa alasan. Mereka menilai proyek SWL yang dijalankan oleh PT Granting Jaya berpotensi merusak ekosistem pesisir, menggusur warga pesisir, dan mengancam keberlangsungan hidup nelayan. Heru menambahkan bahwa proyek senilai Rp72 triliun ini telah menghilangkan sumber pendapatan nelayan karena wilayah reklamasi merupakan habitat ikan. Nelayan dari berbagai daerah, termasuk Surabaya, Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, dan Gresik, biasa mencari ikan di area tersebut.
Dampak Reklamasi terhadap Nelayan dan Lingkungan
Para nelayan menyampaikan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang signifikan. Hilangnya habitat ikan secara langsung berdampak pada penurunan hasil tangkapan, mengancam perekonomian nelayan dan keluarga mereka. Selain itu, perubahan lingkungan pesisir juga berpotensi meningkatkan risiko banjir rob, yang dapat semakin mempersulit kehidupan mereka. Pembina HNSI Kota Surabaya, Samsurin, menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada tindakan tegas terhadap potensi kejahatan lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek besar tersebut.
Nelayan merasa proyek ini tidak mempertimbangkan kesejahteraan mereka sebagai salah satu pihak yang paling terdampak. Mereka berharap adanya solusi yang adil dan berkelanjutan, yang dapat melindungi mata pencaharian mereka sekaligus menjaga kelestarian lingkungan pesisir.
"Proyek ini menghilangkan pendapatan nelayan karena wilayah yang direklamasi merupakan rumah ikan. Banyak nelayan dari Surabaya, Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, dan Gresik mencari ikan di sana," ungkap Heru SR, menekankan dampak ekonomi yang signifikan bagi nelayan.
Tanggapan LaNyalla dan Solusi yang Diharapkan
Menanggapi aduan tersebut, LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan pentingnya pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat. "Jika nelayan yang sebelumnya hidup cukup lalu menjadi menderita akibat pembangunan ini, maka proyek tersebut tidak membawa manfaat yang adil. Pembangunan harus menguntungkan semua pihak, terutama nelayan sebagai salah satu stakeholder utama," tegas mantan Ketua DPD RI tersebut.
LaNyalla berkomitmen untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan kementerian terkait guna mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi para nelayan. Ia berharap agar ada upaya untuk menyeimbangkan kepentingan pembangunan dengan perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan nelayan serta kelestarian lingkungan.
Ia menekankan pentingnya dialog dan kolaborasi untuk menemukan solusi yang mengakomodasi semua kepentingan. LaNyalla berjanji akan mengawal permasalahan ini hingga tercapai penyelesaian yang adil dan berkelanjutan bagi nelayan Surabaya.
Permasalahan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam proyek pembangunan besar. Harapannya, pemerintah dapat mengambil langkah konkret untuk melindungi nelayan dan lingkungan dari dampak negatif proyek pembangunan.