Nelayan Rempang Desak Pemerintah Jaga Wilayah Perikanan dari Ancaman Rempang Eco City
Nelayan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, khawatir proyek Rempang Eco City merusak sumber mata pencaharian mereka dan meminta pemerintah melindungi wilayah perikanan.

Nelayan di Sembulang Hulu, Pulau Rempang, Kepulauan Riau, melakukan aksi damai untuk ketiga kalinya, mendesak pemerintah pusat dan daerah melindungi wilayah perikanan mereka dari dampak proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Aksi ini dilakukan karena kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan sumber mata pencaharian mereka akibat pembangunan pabrik silica dalam proyek tersebut.
Sukri (41), seorang nelayan Rempang, mengungkapkan keprihatinannya: "Karena nelayan itulah sumber mata pencarian utama kami, kalau laut ini rusak, kemana lagi kami kan melaut?" Ia menekankan pentingnya laut bagi kehidupan mereka, yang memungkinkan mereka membiayai hidup dan pendidikan anak-anak mereka. Hal senada disampaikan oleh nelayan lainnya yang turut serta dalam aksi tersebut.
Aksi damai yang melibatkan sekitar 350 nelayan ini telah dilakukan sejak akhir 2023, pertengahan 2024, dan Mei 2025. Mereka menggunakan kapal-kapal nelayan sebagai simbol protes mereka terhadap potensi kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap perekonomian masyarakat setempat. Keberlangsungan mata pencaharian nelayan dan kelestarian lingkungan laut menjadi fokus utama tuntutan mereka.
Kekhawatiran Terhadap Pembangunan Rempang Eco City
Ishak (51), koordinator nelayan dari organisasi Amar GB, menjelaskan bahwa masyarakat Rempang bukannya menolak investasi dan pembangunan. Namun, mereka meminta agar proyek tersebut melibatkan masyarakat lokal dan tidak hanya menguntungkan pihak asing. "Kami tidak menolak pembangunan, investasi. Selama itu tidak merusak dan pembangunan untuk warga Rempang bukan negara luar Rempang," tegas Ishak.
Kekhawatiran utama nelayan tertuju pada rencana pembangunan pabrik silica dalam proyek Rempang Eco City. Mereka khawatir pabrik tersebut akan merusak ekosistem perikanan dan menggerus wilayah perairan yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka. Saat ini, nelayan Rempang masih menikmati hasil tangkapan yang stabil, baik sebelum maupun setelah pandemi COVID-19.
Nelayan Rempang rata-rata menggunakan kapal bermesin 15 PK untuk melaut sekitar 3 mil dari pantai. Setiap hari, pengepul mengangkut sekitar 1 ton ikan dari wilayah tersebut ke Kota Batam. Pada musim ikan melimpah, mereka bahkan dapat melaut lebih jauh menggunakan kapal yang lebih besar hingga ke perairan Bintan, yang hanya berjarak sekitar 1 jam pelayaran dari Rempang.
Dampak Potensial Terhadap Ekosistem dan Ekonomi Lokal
Proyek Rempang Eco City berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem laut dan perekonomian masyarakat nelayan di Rempang. Kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik silica dapat mengancam keberlangsungan sumber daya perikanan, yang merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat setempat. Hal ini akan berdampak pada pendapatan nelayan dan kesejahteraan keluarga mereka.
Pemerintah perlu memperhatikan aspirasi nelayan dan memastikan proyek Rempang Eco City dirancang dan dijalankan secara berkelanjutan, memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek sangat penting untuk menghindari konflik dan memastikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Penting bagi pemerintah untuk melakukan kajian lingkungan hidup yang komprehensif dan transparan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Selain itu, perlu juga adanya jaminan perlindungan dan kompensasi yang layak bagi nelayan yang terdampak proyek tersebut.
Harapan Nelayan Terhadap Pemerintah
Nelayan Rempang berharap pemerintah dapat menjamin kelestarian lingkungan laut dan keberlanjutan mata pencaharian mereka. Mereka meminta agar proyek Rempang Eco City tidak mengorbankan kepentingan masyarakat lokal demi keuntungan pihak asing. Partisipasi dan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap proyek pembangunan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan menjadi landasan utama dalam proyek Rempang Eco City. Hal ini mencakup perlindungan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal. Dengan demikian, pembangunan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak tanpa mengorbankan lingkungan dan mata pencaharian masyarakat.
Perlu adanya dialog yang konstruktif antara pemerintah, investor, dan masyarakat nelayan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Komitmen pemerintah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan mencari solusi yang berkelanjutan sangat penting untuk menghindari konflik dan memastikan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Aksi damai yang dilakukan nelayan Rempang merupakan bentuk aspirasi dan harapan mereka agar pemerintah memperhatikan nasib dan kelangsungan hidup mereka. Pemerintah perlu merespon aspirasi tersebut dengan bijak dan mencari solusi yang dapat menyeimbangkan kepentingan pembangunan dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.