Larangan Drone di Permukiman Adat Badui: Menghormati Tradisi dan Kearifan Lokal
Pemerintah Desa Kanekes, Lebak, Banten, melarang penggunaan drone untuk memotret permukiman Badui demi menghormati tradisi dan menjaga kesakralan rumah adat, meskipun foto manual masih diperbolehkan.
Lebak, Banten - Penggunaan drone untuk memotret permukiman adat Badui di Kabupaten Lebak, Banten, kini resmi dilarang. Keputusan ini diambil oleh tokoh adat dan puun (kepala suku) setempat, demi menjaga kesakralan dan tradisi masyarakat Badui. Larangan ini berlaku efektif di seluruh wilayah permukiman Badui, termasuk Badui Dalam yang berada di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik.
Menjaga Kesucian Tradisi Badui
Sekretaris Desa Kanekes, Medi, menjelaskan alasan di balik pelarangan tersebut. "Kami meminta wisatawan untuk tidak memotret wilayah ini menggunakan drone," ujarnya saat dihubungi di Rangkasbiting, Lebak. Alasan utama larangan ini adalah keberadaan 'Imah Kokolot', rumah adat yang dianggap suci dan tidak boleh difoto atau direkam. Penggunaan drone, yang dapat mengambil gambar dari berbagai sudut, dikhawatirkan akan secara tidak sengaja menangkap gambar 'Imah Kokolot' dan melanggar tradisi.
Setiap kampung di wilayah adat Badui memiliki 'Imah Kokolot'. Karena drone dapat mengambil gambar area yang luas, maka penggunaan alat ini berpotensi untuk menangkap gambar rumah adat tersebut. Oleh karena itu, larangan ini juga mencakup seluruh kawasan hak tanah ulayat adat di pemukiman Badui.
Perbedaan Foto Manual dan Drone
Medi menekankan bahwa larangan ini hanya berlaku untuk pengambilan gambar menggunakan drone. Pengambilan gambar secara manual, atau dengan kamera konvensional, masih diperbolehkan. "Wisatawan masih boleh memotret secara manual," kata Medi. Perbedaannya terletak pada kontrol dan jangkauan pengambilan gambar. Foto manual memungkinkan pengambilan gambar yang lebih terarah dan terkontrol, sehingga dapat meminimalisir potensi pelanggaran tradisi.
Dengan foto manual, wisatawan dapat fokus pada objek tertentu tanpa mengganggu kesakralan area lainnya. Berbeda dengan drone yang dapat mengambil gambar area yang lebih luas dan berpotensi menangkap gambar yang tidak diinginkan. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam keputusan pelarangan penggunaan drone di wilayah tersebut.
Harapan Kepatuhan Wisatawan
Pihak desa berharap agar wisatawan dapat mematuhi larangan ini. Kepatuhan wisatawan sangat penting untuk menghormati tradisi dan kearifan lokal masyarakat Badui. Larangan ini bukanlah upaya untuk membatasi kunjungan wisatawan, melainkan bentuk perlindungan terhadap nilai-nilai budaya yang telah dijaga selama bergenerasi.
Dengan memahami dan menghargai budaya lokal, wisatawan dapat menikmati keindahan alam dan kearifan lokal Badui tanpa melanggar norma dan tradisi yang ada. Kerjasama dan kesadaran dari wisatawan sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian budaya Badui dan kelangsungan tradisi yang unik ini.
Menjaga Keberlangsungan Budaya
Pelarangan penggunaan drone di permukiman Badui merupakan langkah penting dalam upaya menjaga kelestarian budaya dan tradisi masyarakat Badui. Tradisi dan kearifan lokal merupakan aset berharga yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya. Dengan adanya larangan ini, diharapkan dapat mengurangi potensi gangguan terhadap kesakralan dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Badui.
Langkah ini juga menunjukkan komitmen pemerintah desa dalam melestarikan budaya dan tradisi lokal. Harapannya, dengan adanya peraturan ini, wisatawan dapat lebih menghargai dan menghormati budaya Badui, sehingga kunjungan wisata dapat berjalan dengan harmonis dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Larangan penggunaan drone di permukiman adat Badui merupakan bentuk penghormatan terhadap tradisi dan kearifan lokal. Meskipun foto manual masih diperbolehkan, larangan ini menunjukkan pentingnya menjaga kesucian dan kesakralan budaya Badui. Dengan adanya peraturan ini, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara pengembangan wisata dan pelestarian budaya.