LPS Bayar Rp17,79 Miliar Klaim Nasabah Tiga BPR Likuidasi di Aceh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah membayar klaim penjaminan simpanan nasabah senilai Rp17,79 miliar dari tiga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dilikuidasi di Aceh, akibat tata kelola yang buruk dan potensi tindakan fraud.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelesaikan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dari tiga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Aceh yang telah dilikuidasi. Total dana yang dibayarkan mencapai Rp17,79 miliar. Pembayaran ini mencakup klaim dari PT BPR Syariah Hareukat (Aceh Besar), PT BPR Aceh Utara, dan PT BPR Syariah Kota Juang (Bireuen). Kejadian ini terjadi setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha ketiga BPR tersebut.
Kepala Kantor Perwakilan LPS I Muhammad Yusron mengumumkan pembayaran klaim tersebut pada Jumat di Banda Aceh. Ia merinci, BPR Syariah Hareukat menerima pembayaran Rp6,8 miliar untuk 3.915 rekening, BPR Aceh Utara Rp538 juta untuk 2.782 rekening, dan BPR Syariah Kota Juang Rp10,3 miliar untuk 1.360 rekening. Pembayaran ini menjadi bukti komitmen LPS dalam melindungi simpanan nasabah meskipun bank mengalami likuidasi.
Pencabutan izin usaha dan likuidasi ketiga BPR ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tata kelola yang buruk dan potensi tindakan fraud. Hal ini menjadi perhatian serius bagi LPS dan OJK, mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap sektor perbankan di Aceh dan seluruh Indonesia. Kejadian ini juga menjadi pelajaran penting bagi perbankan lainnya untuk senantiasa menjaga praktik perbankan yang profesional dan tata kelola yang baik.
Likuidasi BPR di Aceh dan Penyebabnya
Muhammad Yusron menjelaskan bahwa sebagian besar kasus likuidasi BPR disebabkan oleh tata kelola yang buruk dan bahkan tindakan fraud atau pidana perbankan. Hal ini melibatkan baik pegawai maupun pengurus bank. Kejadian ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perbankan.
Lebih lanjut, Yusron merinci waktu pencabutan izin usaha masing-masing BPR. BPR Syariah Hareukat dicabut izinnya pada Oktober 2019, BPR Aceh Utara pada Maret 2024, dan BPR Syariah Kota Juang pada November 2024. Periode likuidasi BPR Syariah Kota Juang berlangsung hingga 11 Februari 2026. Perbedaan waktu pencabutan izin dan likuidasi menunjukkan kerumitan proses penanganan setiap kasus.
Yusron juga menekankan pentingnya praktik perbankan yang profesional dan tata kelola yang baik untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Ia berharap agar perbankan di Aceh dapat menjaga kondisi keuangan perusahaan agar tetap sehat dan stabil, menghindari likuidasi dan menjadi "pasien" LPS.
Peran LPS dan Syarat Klaim Jaminan Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. LPS bertujuan untuk menjamin dan melindungi dana masyarakat yang disimpan di bank dan perusahaan asuransi, baik konvensional maupun syariah.
Namun, untuk mendapatkan jaminan simpanan dari LPS, nasabah harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan. Syarat tersebut antara lain: tercatat dalam pembukuan bank, bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, tidak terindikasi melakukan fraud atau tindak pidana perbankan, dan nilai simpanan maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank.
Pemenuhan syarat ini memastikan bahwa hanya nasabah yang memenuhi kriteria yang akan menerima jaminan simpanan dari LPS. Proses ini dirancang untuk melindungi integritas sistem keuangan dan mencegah penyalahgunaan sistem penjaminan.
Kejadian likuidasi tiga BPR di Aceh ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan perbankan yang ketat dan pengelolaan keuangan yang baik. Selain itu, pemahaman nasabah terhadap syarat dan ketentuan klaim jaminan simpanan dari LPS juga sangat penting untuk melindungi hak dan kepentingan mereka.
LPS terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi kepentingan nasabah. Dengan pengawasan yang ketat dan edukasi kepada masyarakat, diharapkan kejadian serupa dapat diminimalisir di masa mendatang.