Menaker Jelaskan Perbedaan Bonus Hari Raya dan THR, Imbau Perusahaan Angkutan Online Beri Insentif Signifikan
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menjelaskan perbedaan bonus hari raya (BHR) dan THR, serta mengimbau perusahaan angkutan online memberikan bonus signifikan kepada pengemudi dan kurir.

Jakarta, 27 Maret 2024 - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memberikan klarifikasi terkait perbedaan antara bonus hari raya (BHR) dan tunjangan hari raya (THR). Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya pertanyaan publik mengenai pemberian bonus kepada pengemudi dan kurir aplikasi transportasi online menjelang Lebaran. Menaker menekankan perbedaan kebijakan dan regulasi yang mengatur kedua jenis pembayaran tersebut.
Menaker Ida Fauziyah menjelaskan bahwa pemberian THR diatur secara jelas dalam regulasi, sementara BHR merupakan kebijakan perusahaan. Kemnaker telah mengimbau perusahaan angkutan online untuk memberikan bonus kepada pengemudi dan kurir yang berkinerja baik. Namun, besarnya bonus tersebut diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Hal ini dikarenakan pemberian BHR masih tergolong baru dan memiliki keterbatasan waktu mengingat Lebaran sudah dekat.
Pemberian BHR senilai Rp50.000 kepada pengemudi ojek online menjadi sorotan. Menaker menyatakan akan melakukan pengecekan dan memanggil perusahaan angkutan online untuk memahami metode perhitungan BHR yang diterapkan. Meskipun demikian, Menaker menegaskan bahwa kebijakan pemberian BHR tetap menjadi wewenang perusahaan.
Perbedaan BHR dan THR
Menaker menekankan perbedaan mendasar antara BHR dan THR. THR merupakan tunjangan yang diatur secara resmi dan wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Pemberian THR diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki mekanisme pengawasan yang jelas. Sementara itu, BHR merupakan bonus yang diberikan perusahaan sebagai bentuk apresiasi kepada karyawannya, nilainya bervariasi dan sepenuhnya bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Kemnaker, menurut Menaker, telah mengeluarkan imbauan kepada perusahaan angkutan online untuk memberikan BHR kepada pengemudi dan kurir yang berkinerja baik. Namun, tidak ada paksaan jumlah nominal yang harus diberikan. Hal ini berbeda dengan THR yang memiliki besaran minimal yang telah ditetapkan.
Menaker juga menjelaskan bahwa pengawasan terhadap pemberian BHR tidak seketat pengawasan terhadap THR. Hal ini disebabkan karena BHR merupakan kebijakan perusahaan dan bukan kewajiban hukum. Namun, Kemnaker tetap mendorong perusahaan untuk memberikan BHR yang signifikan sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian kepada para pengemudi dan kurir.
Pengawasan Pembayaran THR
Selain membahas BHR, Menaker juga menyampaikan akan memverifikasi pengaduan terkait pembayaran THR keagamaan bagi pekerja. Terkait hal ini, Kemnaker memiliki mekanisme pengawasan yang jelas dan tegas. Apabila ditemukan pelanggaran dalam distribusi THR, maka akan dikeluarkan nota pemeriksaan.
Pengusaha atau perusahaan yang terbukti melanggar akan diberikan waktu tujuh hari untuk menyelesaikan permasalahan. Jika tidak ada respons, maka akan dikeluarkan nota pemeriksaan kedua dengan tenggat waktu tiga hari. Setelah itu, Kemnaker akan memberikan rekomendasi sanksi, mulai dari denda, sanksi administratif, hingga rekomendasi terkait kelangsungan perusahaan. Hal ini menunjukkan komitmen Kemnaker dalam memastikan hak-hak pekerja terpenuhi.
Proses pengawasan THR ini memiliki regulasi yang jelas dan transparan. Kemnaker akan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran dalam pembayaran THR.
Kesimpulannya, pemberian BHR dan THR memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi regulasi maupun mekanisme pengawasan. Kemnaker mendorong perusahaan untuk memberikan BHR yang layak, namun tetap menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku dalam pembayaran THR.