Menperin Cari Solusi Kelangkaan Bahan Baku Industri Kelapa: Petani atau Eksportir?
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita berupaya mencari solusi kelangkaan bahan baku kelapa untuk industri pengolahan dalam negeri, di tengah persaingan ekspor dan kebutuhan konsumsi domestik yang tinggi.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita tengah berupaya keras mengatasi kelangkaan bahan baku kelapa yang tengah menjadi kendala bagi industri pengolahan kelapa dalam negeri. Permasalahan ini mencuat setelah adanya audiensi dengan Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) di Jakarta, Rabu lalu. Audiensi tersebut membahas dampak negatif kelangkaan kelapa terhadap investasi dan operasional perusahaan pengolahan kelapa di Indonesia.
Kelangkaan ini terjadi meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Ironisnya, kelapa Indonesia justru lebih banyak diekspor dalam bentuk kelapa bulat, bukan produk olahan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya regulasi tata niaga yang jelas dan adil bagi industri pengolahan dalam negeri. Akibatnya, industri dalam negeri kesulitan bersaing dengan eksportir kelapa bulat.
Menperin mengakui adanya disparitas antara eksportir dan industri dalam negeri. Eksportir kelapa bulat tidak dikenakan pajak, sementara industri dalam negeri yang membeli kelapa dari petani justru dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22. Ketimpangan ini menciptakan ketidakseimbangan (playing field) yang merugikan industri pengolahan kelapa dalam negeri.
Mencari Keseimbangan: Kesejahteraan Petani dan Industri
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan pentingnya keseimbangan antara kesejahteraan petani dan keberlangsungan industri pengolahan kelapa. Ia menyatakan bahwa industri pengolahan kelapa memiliki kepentingan yang sama untuk memastikan kesejahteraan petani, sehingga petani tidak beralih ke komoditas lain. Hal ini krusial untuk menjaga keberlanjutan industri kelapa di Indonesia.
Pemerintah menyadari bahwa kebijakan tata niaga kelapa yang tepat sangat diperlukan. Saat ini, Indonesia belum memiliki kebijakan seperti pelarangan ekspor, pungutan ekspor, atau larangan terbatas (lartas) untuk kelapa, berbeda dengan negara-negara produsen kelapa lainnya seperti Filipina, India, Thailand, dan Sri Lanka yang telah menerapkan kebijakan tersebut untuk melindungi industri dalam negerinya.
Program hilirisasi kelapa yang dicanangkan pemerintah telah berhasil menarik investasi asing dari Malaysia, Thailand, China, dan Sri Lanka. Namun, investasi tersebut terhambat oleh kelangkaan bahan baku kelapa. Kondisi ini menunjukkan perlunya regulasi yang lebih komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini.
Tantangan dan Solusi: Antara Konsumsi Domestik dan Ekspor
Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi kelapa yang tinggi, mencapai 2 miliar butir per tahun, yang sebagian besar digunakan untuk rumah tangga dan Industri Kecil Menengah (IKM). Di sisi lain, ekspor produk kelapa pada tahun 2024 ditargetkan mencapai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp33,2 triliun, dengan 85 persennya merupakan produk olahan kelapa.
Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumsi domestik dan potensi ekspor. Solusi yang sedang dicari adalah regulasi yang dapat melindungi industri dalam negeri tanpa menghambat ekspor produk olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi. Regulasi tersebut harus mampu menciptakan playing field yang setara antara eksportir dan industri dalam negeri.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita terus melakukan koordinasi intensif dengan pelaku usaha dan asosiasi untuk mencari solusi terbaik. Solusi ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan bahan baku kelapa, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mendorong pertumbuhan industri pengolahan kelapa di Indonesia.
Ke depan, diperlukan kebijakan yang lebih terintegrasi untuk mengatur tata niaga kelapa, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini mencakup pengaturan produksi, pengolahan, pemasaran, dan ekspor kelapa, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Dengan demikian, industri pengolahan kelapa di Indonesia dapat berkembang pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Pemerintah diharapkan dapat segera menyelesaikan permasalahan ini agar industri kelapa Indonesia dapat bersaing di pasar global.