Menperin Dukung Pembangunan Kilang Minyak: Pacu Petrokimia dan Substitusi Impor
Menteri Perindustrian mendukung pembangunan kilang minyak baru untuk meningkatkan produksi nafta, mengurangi impor, dan mendorong pertumbuhan industri petrokimia dalam negeri.

Jakarta, 13 Maret 2024 - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membangun beberapa kilang minyak baru dengan kapasitas total hingga 1 juta barel per hari. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan sektor petrokimia di Indonesia. Pembangunan kilang baru ini diyakini akan menjadi solusi bagi permasalahan ketergantungan impor dan meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.
"Kami sangat mendukung pembangunan refinery ini guna penguatan hulu di sektor petrokimia dalam rangka menuju substitusi impor, serta dapat berdampak positif pada penguatan nilai tambah dan investasi, hingga penyerapan tenaga kerja," ungkap Menperin dalam pernyataan resminya di Jakarta, Kamis. Beliau optimistis bahwa proyek ini akan menjadi titik balik (game changer) bagi industri petrokimia Indonesia dan selaras dengan visi pemerintah untuk mempercepat program hilirisasi.
Koordinasi antar kementerian, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi, akan menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Pembangunan kilang minyak baru ini direncanakan akan tersebar di beberapa wilayah Indonesia untuk menjamin pemerataan pembangunan dan aksesibilitas. Hal ini juga akan meningkatkan efisiensi distribusi dan mengurangi biaya logistik.
Peningkatan Produksi Nafta dan Substitusi Impor
Salah satu fokus utama pembangunan kilang minyak baru adalah peningkatan produksi nafta. Nafta, sebagai bahan baku utama berbagai produk petrokimia, saat ini masih menjadi komoditas impor yang signifikan. Dengan peningkatan produksi nafta domestik, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor dan menghemat devisa negara.
Saat ini, produksi nafta nasional masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi nafta dari enam kilang minyak yang ada hanya mencapai 7,1 juta ton per tahun, sementara kebutuhan nasional mencapai 9,2 juta ton per tahun. Defisit ini memaksa Indonesia untuk mengimpor 2,1 juta ton nafta setiap tahunnya. Pembangunan kilang baru diharapkan dapat menutup celah ini dan bahkan menghasilkan surplus untuk ekspor.
Menperin menjelaskan bahwa produksi nafta sebesar 1 juta ton per tahun membutuhkan sekitar 3,03 juta ton minyak mentah jenis light crude. Beliau juga menekankan pentingnya optimalisasi proses produksi untuk memaksimalkan hasil nafta dari minyak mentah. "Dalam formulasinya, dari minyak mentah itu akan menghasilkan nafta sebesar 20 persen. Ini juga tergantung dari proses pemanasan atau titik didihnya," jelas Menperin.
Dampak Positif terhadap Ekonomi dan Lapangan Kerja
Peningkatan produksi nafta tidak hanya akan mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Menperin Agus memperkirakan penghematan impor hingga 9 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp147,9 triliun (dengan kurs Rp16.431) jika produksi nafta dapat dipenuhi secara domestik. Angka ini menunjukkan potensi besar yang dapat diraih dari proyek ini.
Selain itu, proyek ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan produksi nasional. Kemandirian bahan baku farmasi dalam negeri juga akan terdongkrak berkat ketersediaan nafta yang lebih melimpah. "Saat ini, terdapat beberapa proyek besar petrokimia yang segera beroperasi dan membutuhkan nafta kurang lebih 8 juta ton per tahun," tambah Menperin.
Proyek kilang minyak baru di Tuban, Jawa Timur, diusulkan sebagai salah satu prioritas. Wilayah ini telah memiliki pabrik petrokimia PT TPPI yang beroperasi dengan dua mode produksi, yaitu petrokimia dan bahan bakar. Keberadaan PT TPPI akan memperkuat sinergi dan efisiensi dalam pengembangan industri petrokimia di Tuban.
Dukungan terhadap Kejaksaan Agung dan Pertamina
Menperin juga menyatakan dukungannya terhadap upaya Kejaksaan Agung dalam melakukan pembenahan tata kelola minyak dalam negeri. Pembenahan ini diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja seluruh kilang minyak yang ada di Indonesia untuk menghasilkan BBM dan nafta secara efisien dan efektif. Hal ini sejalan dengan rencana PT Pertamina untuk mengembangkan proyek GRR, yang akan menjadi pabrik terintegrasi pengolah minyak mentah menjadi BBM dan produk petrokimia bernilai tambah tinggi.
Dengan demikian, pembangunan kilang minyak baru ini bukan hanya sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk memperkuat sektor petrokimia, mengurangi ketergantungan impor, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tuban, sebagai pusat industri besar yang meliputi semen, petrokimia, minyak dan gas, serta industri maritim, akan semakin berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.