Nelayan Muara Angke Demo Tolak Aturan VMS: Beban Rp25 Juta Lebih!
Puluhan nelayan Muara Angke menggelar aksi unjuk rasa menolak aturan Vessel Monitoring System (VMS) yang memberatkan mereka dengan biaya pemasangan dan pajak mencapai lebih dari Rp25 juta.

Puluhan nelayan dari Muara Angke, Jakarta Utara, menggelar aksi unjuk rasa pada Minggu, 13 April 2024, di Dermaga T Pelabuhan Muara Angke. Mereka menolak kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mewajibkan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) di kapal-kapal mereka. Aksi ini dipimpin oleh Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Jakarta, dengan tuntutan pencabutan aturan yang dianggap memberatkan tersebut.
Para nelayan menilai aturan VMS ini sangat memberatkan karena biaya pemasangan satu unit VMS mencapai Rp17 juta, ditambah pajak tahunan lebih dari Rp7 juta. Belum lagi biaya administrasi dan pajak lainnya yang mencapai total lebih dari Rp8 juta. Total biaya yang harus ditanggung nelayan mencapai lebih dari Rp25 juta. "Kami menolak aturan ini dan kami minta tolong kepada Presiden Prabowo agar aturan yang memberatkan seperti ini dihapuskan," ungkap Najirin, perwakilan nelayan Muara Angke.
Selain biaya yang tinggi, nelayan juga mengeluhkan sistem pengawasan VMS yang ketat. Jika VMS rusak, nelayan harus menunggu teknisi khusus untuk memperbaikinya, sehingga mereka tidak bisa melaut dan kehilangan penghasilan. Lebih jauh lagi, nelayan juga menghadapi risiko penangkapan dan denda jika kapal mereka berada di zona 12 mil lepas pantai, meskipun hanya untuk beristirahat sejenak atau mengantar barang. "Kami sudah pernah ditangkap karena menepi sebelum kembali ke dermaga dan kami ditangkap serta didenda Rp28,9 juta," ujar Najirin, menjelaskan betapa aturan ini merugikan nelayan kecil.
Biaya VMS Memberatkan Nelayan Kecil
Pemasangan VMS diwajibkan agar kapal nelayan dapat beroperasi secara legal, namun aturan ini justru dianggap kontraproduktif bagi nelayan kecil. Biaya yang fantastis, ditambah dengan potensi denda yang besar, membuat nelayan semakin terbebani. Mereka merasa aturan ini tidak mempermudah, melainkan justru menyulitkan usaha mereka untuk mencari nafkah.
Najirin menekankan bahwa VMS bukannya mempermudah, tetapi malah menyulitkan nelayan. Tanpa VMS, mereka tidak akan mendapatkan Surat Layak Operasi (SLO) untuk menangkap ikan. "Kami mohon aturan ini dikasi kembali dan jangan menyusahkan rakyat kecil," pintanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa seringkali kapal nelayan hanya beristirahat sebentar di pinggir pantai untuk mengantar barang, namun hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran dan berujung pada denda yang sangat besar. Kondisi ini semakin memperparah kesulitan ekonomi yang dihadapi para nelayan.
Gerbang Tani Ancam Demo di Depan Istana
Ketua Gerbang Tani Jakarta, Tri Waluyo, menyatakan bahwa aksi di Muara Angke merupakan langkah awal. Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, mereka akan melanjutkan aksi demonstrasi di depan Istana Negara untuk menyampaikan aspirasinya langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
Tri Waluyo menegaskan komitmen Gerbang Tani untuk memperjuangkan hak-hak nelayan. Mereka siap turun ke jalan untuk melawan kebijakan yang dianggap merugikan nelayan kecil. "Kami memperjuangkan apa yang memberatkan nelayan dan kami akan turun ke jalan," tegasnya.
Aksi ini menunjukkan keprihatinan nelayan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Mereka berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi mereka dan merevisi aturan VMS agar tidak memberatkan nelayan.
Para nelayan berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan VMS dan mencari solusi yang lebih adil dan berpihak kepada nelayan kecil. Mereka meminta agar pemerintah memberikan keringanan biaya atau alternatif lain yang tidak memberatkan usaha mereka.