OJK Optimistis Risiko Pembiayaan Industri Pasca Tarif AS Dapat Diatasi
OJK optimis dapat mengurangi risiko pembiayaan perusahaan akibat kebijakan tarif AS, melalui negosiasi dan peningkatan daya saing industri dalam negeri.

Jakarta, 24 April 2025 - Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan optimisme dalam mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko pembiayaan yang dihadapi perusahaan-perusahaan Indonesia akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS). Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta. Pertemuan tersebut membahas hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2025 dan dampak kebijakan tarif AS terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah secara aktif melakukan negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak negatif dari peningkatan tarif impor sebesar 32 persen. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin delegasi Indonesia dalam negosiasi ini. Kedua negara sepakat menyelesaikan negosiasi tarif impor resiprokal dalam waktu 60 hari, terhitung sejak Jumat, 18 April 2025. Kesepakatan ini mencakup kerangka acuan dan cakupan pembahasan yang meliputi kemitraan perdagangan dan investasi, kemitraan mineral kritis, serta kemitraan terkait reliabilitas rantai pasok.
Hasil negosiasi akan ditindaklanjuti dengan pertemuan lanjutan, yang diperkirakan akan berlangsung dalam satu hingga tiga putaran. Selain negosiasi, OJK juga menekankan pentingnya peningkatan ketahanan industri dalam negeri, terutama sektor padat karya seperti tekstil dan produk tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, furnitur, mainan, dan makanan serta minuman. Langkah ini dinilai krusial untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tarif AS.
Upaya Pemerintah dan OJK dalam Mengatasi Risiko Pembiayaan
Pemerintah Indonesia secara terkoordinir berupaya menjaga iklim berusaha yang kondusif bagi perusahaan-perusahaan yang terdampak. Upaya ini meliputi perbaikan iklim investasi, pengurangan ekonomi biaya tinggi, dan perlindungan pasar domestik dari produk ilegal. Ketua DK OJK meyakini bahwa langkah-langkah terpadu ini akan mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko pembiayaan perusahaan sepenuhnya. Hal ini disampaikan Mahendra Siregar, "Walaupun ekspor dan pangsa pasar Amerika itu penting, tapi pasar dalam negeri dan juga pasar di negara-negara lain akan tetap bisa menjadi substitusi dari saat kita melakukan proses negosiasi."
Lebih lanjut, Mahendra Siregar menambahkan, "Pada gilirannya, nanti jika negosiasi telah mencapai hasil, justru akan jadilah bertambah tinggi daya saing dan kemampuan dari industri kita itu untuk masuk kembali ke pasar Amerika Serikat." Dengan demikian, strategi ini tidak hanya berfokus pada negosiasi dengan AS, tetapi juga pada penguatan daya saing industri dalam negeri untuk menghadapi tantangan global.
OJK optimis bahwa dengan strategi yang komprehensif ini, dampak negatif dari kebijakan tarif AS terhadap pembiayaan industri dapat diminimalisir. Hal ini akan membantu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dan melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan nasional.
Sektor-Sektor yang Terdampak dan Strategi Mitigasi
- Tekstil dan Produk Tekstil: Pemerintah akan fokus pada peningkatan efisiensi produksi dan inovasi produk untuk meningkatkan daya saing.
- Garmen: Diversifikasi pasar ekspor dan peningkatan kualitas produk menjadi prioritas.
- Alas Kaki: Pengembangan desain dan teknologi untuk menghasilkan produk yang lebih kompetitif.
- Elektronik: Peningkatan investasi dalam riset dan pengembangan teknologi.
- Furnitur: Promosi produk furnitur Indonesia di pasar internasional.
- Mainan (Toys): Peningkatan kualitas dan keamanan produk untuk memenuhi standar internasional.
- Makanan dan Minuman: Pengembangan produk-produk unggulan dan inovasi untuk meningkatkan daya saing.
Strategi mitigasi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan membuka peluang di pasar internasional lainnya. Dengan demikian, dampak negatif dari kebijakan tarif AS dapat diminimalisir dan perekonomian Indonesia tetap stabil.
Kesimpulannya, OJK dan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif kebijakan tarif AS. Melalui negosiasi dan strategi peningkatan daya saing, diharapkan risiko pembiayaan industri dapat diminimalisir dan perekonomian Indonesia tetap tumbuh secara berkelanjutan.