Pakan Burung Impor Mengandung Ganja Dimusnahkan Barantin, DPR RI Apresiasi Ketegasan
Barantin musnahkan 983,5 kg pakan burung impor asal Jerman mengandung biji ganja, tindakan tegas ini diapresiasi DPR RI untuk cegah penyalahgunaan narkotika.

Jakarta - Badan Karantina Indonesia (Barantin) bersama Komisi IV DPR RI memusnahkan 983,5 kilogram pakan burung impor asal Jerman pada Senin (19/5). Pemusnahan ini dilakukan setelah pakan burung tersebut terbukti mengandung biji ganja (hemp seed). Langkah tegas ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan narkotika.
Kepala Barantin, Sahat M Panggabean, menegaskan bahwa tindakan ini adalah bentuk perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan dari masuknya bahan-bahan terlarang. Ia juga menyampaikan pesan kuat bahwa Indonesia tidak akan menoleransi potensi penyalahgunaan narkotika dalam bentuk apapun. "Kami tidak ingin menghambat rekan-rekan pengusaha, namun kami mohon peraturan-peraturan yang ada harus dipatuhi demi kebaikan kita bersama," ujar Sahat saat acara pemusnahan di Jakarta.
Kasus ini bermula dari koordinasi antara Karantina Jakarta, Bea Cukai Tanjung Priok, dan BNN Provinsi DKI Jakarta terhadap dua kontainer impor. Kontainer pertama tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada Desember 2024, membawa pakan hewan kesayangan seberat 6,4 ton, termasuk 3,6 ton pakan burung dari 20 merek. Kontainer kedua tiba pada Januari 2025 dengan total 5,8 ton pakan burung dari 22 merek. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa empat produk pakan burung mengandung biji ganja dengan total mencapai 4.282 sachet atau 346 karton seberat 968 kg.
Pemusnahan Pakan Burung Ilegal
Setelah melalui tiga kali gelar perkara bersama instansi terkait, diputuskan bahwa sebanyak 5.832 sachet atau 408 karton (983,5 kg) pakan burung yang mengandung biji ganja harus dimusnahkan. Selain itu, ditemukan juga bird charcoal seberat 15,5 kg yang tidak tercantum dalam Phytosanitary Certificate dari negara asal.
Menurut data dari Tim Pengawasan dan Penindakan Karantina Jakarta tahun 2025, telah dilakukan lebih dari 16 kali pemusnahan terhadap komoditas yang tidak memenuhi ketentuan. Pemusnahan ini dilakukan karena berbagai alasan, mulai dari temuan organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) berbahaya, pelanggaran dokumen, ketidaksesuaian fisik, hingga kandungan bahan berbahaya seperti kasus pakan burung ini.
Pemusnahan ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas peredaran barang ilegal dan berbahaya yang masuk ke Indonesia. Barantin terus memperketat pengawasan dan pemeriksaan terhadap setiap komoditas impor untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.
Apresiasi DPR RI terhadap Tindakan Barantin
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa Titiek Soeharto, mengapresiasi langkah tegas Barantin dalam memusnahkan pakan burung impor yang mengandung biji ganja. Ia menyatakan bahwa pemusnahan ini merupakan langkah penting untuk mencegah penyalahgunaan narkotika dan menjaga keamanan hayati nasional.
"Ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi impor, tapi soal penyelundupan zat terlarang yang bisa berdampak luas," kata Titiek Soeharto. Ia menambahkan bahwa biji ganja tergolong sebagai bahan terlarang di Indonesia dan dapat menjadi celah penyalahgunaan jika tidak ditangani secara tegas.
Titiek Soeharto juga mendorong agar sistem pengawasan karantina diperkuat dengan teknologi dan SDM yang memadai. "Kami di Komisi IV DPR RI mendorong agar sistem pengawasan karantina diperkuat dengan teknologi dan SDM yang memadai. Ke depan, kejadian seperti ini harus bisa dicegah sejak dini," tegasnya.
Titiek Soeharto mengapresiasi kerjasama antara Badan Karantina Indonesia, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional, dan instansi terkait dalam pencegahan masuknya komoditas pakan burung yang mengandung biji ganja. Ia berharap kerjasama ini terus ditingkatkan untuk memberikan rasa aman dan tenang kepada masyarakat.
Dengan adanya tindakan tegas dari Barantin dan dukungan dari DPR RI, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali. Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk impor dan melaporkan jika menemukan indikasi adanya barang ilegal atau berbahaya.