Pameran 'Djedjak Soerat Chabar': Jejak Sejarah Pers di Magelang
PWI Kota Magelang dan Kota Toea Magelang menggelar pameran "Djedjak Soerat Chabar", menampilkan ratusan arsip koran dan majalah kuno, dari era kolonial hingga orde baru, untuk merayakan Hari Pers Nasional 2025.
![Pameran 'Djedjak Soerat Chabar': Jejak Sejarah Pers di Magelang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/100031.362-pameran-djedjak-soerat-chabar-jejak-sejarah-pers-di-magelang-1.jpg)
Kota Magelang, Jawa Tengah, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah pers Indonesia. Pameran "Djedjak Soerat Chabar", kolaborasi antara Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Magelang dan komunitas Kota Toea Magelang (KTM), resmi dibuka pada Sabtu, 8 Februari 2025, bertepatan dengan rangkaian perayaan Hari Pers Nasional (HPN).
Menelusuri Jejak Sejarah Lewat Koran dan Majalah Kuno
Bertempat di Lokabudaya Sukimin Adiwiratmoko, Jalan Alun-alun Selatan Kota Magelang, pameran ini menyajikan ratusan arsip koran dan majalah. Koleksi berharga ini mencakup periode mulai dari era kolonial Hindia Belanda hingga masa Orde Baru. Selain arsip media cetak, pengunjung juga dapat melihat berbagai alat kerja jurnalistik tempo dulu, seperti mesin ketik, telepon kuno, dan kaset. Salah satu koleksi yang menarik perhatian adalah surat kabar Bintang Hindia, yang terbit pada era 1930-an.
Ketua Panitia HPN 2025 PWI Kota Magelang, Puput Puspitasari, menjelaskan bahwa pameran ini beriringan dengan acara Bakoelan Magelang. Bakoelan Magelang, yang biasanya berlangsung setiap Minggu Pahing, kali ini diintegrasikan dengan perayaan HPN. Meskipun Bakoelan Magelang hanya berlangsung selama dua hari (Sabtu-Minggu), pameran "Djedjak Soerat Chabar" akan tetap dibuka hingga Selasa, 11 Februari 2025.
Sumber Informasi Berharga: Lebih dari Sekadar Kertas
Pameran ini bukan sekadar pameran biasa. Menurut Puput, koran dan majalah kuno merupakan sumber informasi berharga yang menyimpan jejak peristiwa penting sepanjang sejarah. Mereka ibarat bank data yang menyimpan informasi detail dari masa lalu. "Dengan membaca surat kabar dan majalah tersebut, kita seolah-olah kembali ke masa ketika media itu diterbitkan," ujar Puput.
Koleksi yang dipamerkan mencakup terbitan sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Pengunjung dapat melihat beragam media, mulai dari koran berbahasa Belanda dengan ejaan lama hingga koran yang sudah menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Salah satu koleksi yang menarik adalah Bintang Hindia, surat kabar yang diterbitkan di Batavia (Jakarta) pada tahun 1903, yang menggunakan ejaan lama dan menjadi bagian dari propaganda emansipasi etis.
Melihat Peran Media di Masa Revolusi
Ketua Komunitas KTM, Bagus Priyana, menambahkan bahwa pameran ini tidak hanya menampilkan media dari masa Hindia Belanda, tetapi juga dari masa revolusi Indonesia. Bagus menekankan peran media sebagai alat perjuangan, bukan hanya sebagai penyedia informasi. "Time travel akan begitu terasa saat karya-karya jurnalistik ini ditampilkan," kata Bagus.
Koleksi yang dipamerkan merupakan hasil sumbangan dari berbagai pihak, termasuk koleksi pribadi Haris Ker Lth, seorang aktivis budaya dan tokoh komunitas Lima Gunung, serta koleksi dari para pengumpul koran dan majalah kuno lainnya, dan milik jurnalis di Magelang. Pameran ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk mengunjungi dan menyaksikan langsung jejak sejarah pers di Kota Magelang.
Harapan untuk Masa Depan
Pameran "Djedjak Soerat Chabar" bukan hanya sekadar pameran arsip. Ini adalah upaya untuk menghargai sejarah pers, mengingatkan kita akan pentingnya peran media dalam membentuk opini publik dan merekam perjalanan bangsa. Dengan menampilkan koleksi berharga ini, diharapkan masyarakat, khususnya generasi muda, dapat lebih memahami dan menghargai sejarah, serta peran penting jurnalisme dalam perjalanan Indonesia.