Papua Barat Siapkan Regulasi Kompensasi 10 Persen Produksi Migas
Pemerintah Provinsi Papua Barat tengah menyiapkan regulasi untuk menarik kompensasi 10 persen dari hasil produksi migas, menambah pendapatan daerah dan mendapat dukungan dari ADMET.

Provinsi Papua Barat berencana untuk meningkatkan pendapatan daerahnya melalui penerapan regulasi baru. Regulasi ini akan memberikan kompensasi sebesar 10 persen dari total hasil produksi minyak dan gas bumi (migas) kepada pemerintah daerah. Inisiatif ini diprakarsai oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua Barat dan direncanakan akan diterapkan di Kabupaten Teluk Bintuni, daerah penghasil migas terbesar di provinsi tersebut. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian daerah.
Kepala Dinas ESDM Papua Barat, Samy Djunire Saiba, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mendukung regulasi ini. Beliau juga menyebutkan bahwa rapat teknis dengan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni akan segera dilakukan pada akhir Maret untuk memastikan kesiapan sebelum pengajuan ke pemerintah pusat. "Kami sudah siapkan semua dokumen yang dibutuhkan dan akhir Maret ini kami rapat dengan Pemkab Bintuni mantapkan lagi sebelum didorong ke pemerintah pusat," kata Samy.
Penerapan kebijakan ini akan berdampak pada perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Kabupaten Teluk Bintuni, seperti Genting Oil dan BP Tangguh. Kompensasi 10 persen ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Papua Barat secara signifikan. Dukungan terhadap rencana ini juga datang dari pihak eksternal, seperti Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADMET).
Dukungan ADMET dan Pertemuan dengan Kementerian ESDM
Sekretaris Jenderal ADMET, Andang Bachtiar, memberikan dukungan penuh terhadap rencana Papua Barat. Dalam pertemuannya dengan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, Andang Bachtiar menyarankan agar regulasi tersebut segera dilegitimasi. Hal ini dikarenakan selama ini belum ada mekanisme serupa yang diterapkan. "Sekjen ADMET sarankan supaya segera melegitimasi fee 10 persen dari hasil produksi migas, karena selama ini belum dilakukan," jelas Samy.
Langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat adalah melakukan pertemuan dengan Kementerian ESDM. Pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan petunjuk teknis dan memastikan kelancaran implementasi kebijakan kompensasi 10 persen tersebut. Hal ini penting karena kompensasi ini berbeda dengan dana bagi hasil (DBH) migas yang telah dialokasikan pemerintah pusat setiap tahunnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat menyadari pentingnya petunjuk teknis dari pemerintah pusat untuk memastikan implementasi yang tepat dan efektif. "Makanya, pemerintah provinsi juga perlu petunjuk teknis dari pemerintah pusat," tambah Samy.
Kompensasi Tambahan di Luar DBH Migas
Penting untuk dicatat bahwa kompensasi 10 persen ini merupakan tambahan di luar dana bagi hasil (DBH) migas yang telah diterima oleh pemerintah provinsi dan tujuh kabupaten di Papua Barat. Oleh karena itu, persiapan yang matang dan koordinasi yang baik dengan pemerintah pusat sangatlah krusial untuk keberhasilan implementasi kebijakan ini. Regulasi yang komprehensif dan jelas akan menjadi kunci keberhasilan dalam menarik kompensasi tersebut dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaannya.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi di Papua Barat, khususnya di Kabupaten Teluk Bintuni. Peningkatan PAD yang dihasilkan dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan implementasi kebijakan ini akan menjadi contoh bagi daerah penghasil migas lainnya di Indonesia.
Proses penyusunan regulasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat saat ini sedang berjalan. Semoga proses ini dapat berjalan lancar dan kebijakan kompensasi 10 persen dari hasil produksi migas dapat segera diimplementasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Barat.