Parlemen RI: Mediator Perdamaian Dunia di Konferensi PUIC 2025
BKSAP DPR RI siap menjadi mediator perdamaian dalam Konferensi Ke-19 PUIC 2025, menjembatani konflik antara berbagai negara, termasuk Palestina, India-Pakistan, dan Rusia-Ukraina, dengan mengedepankan penyelesaian damai.

Parlemen Indonesia, melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, mengambil peran penting dalam upaya perdamaian dunia. Ketua BKSAP, Mardani Ali Sera, mengumumkan kesiapan parlemen untuk menjadi mediator perdamaian bagi negara-negara yang berkonflik dalam Konferensi Ke-19 Uni Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (PUIC) 2025 yang berlangsung di Jakarta pada 12-15 Mei 2025. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Mardani di sela-sela konferensi tersebut.
Pernyataan Mardani menegaskan komitmen Indonesia dalam menyelesaikan konflik secara damai. Ia menekankan bahwa parlemen tidak akan memihak, melainkan mencari solusi bersama yang didasari pada perdamaian. Konferensi PUIC 2025, yang bertema "Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience", menjadi wadah bagi parlemen Indonesia untuk menunjukkan peran aktifnya dalam membangun perdamaian global.
Konferensi ini dihadiri oleh 450 delegasi dari 38 negara anggota OKI, serta 10 negara observer, menjadikan acara ini sebagai platform internasional yang signifikan. Peran Indonesia sebagai mediator diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perdamaian dunia, khususnya di tengah berbagai konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Peran Indonesia sebagai Mediator Perdamaian
Dalam konferensi tersebut, BKSAP DPR RI menyatakan kesiapannya untuk menjadi mediator dalam berbagai konflik internasional. Konflik yang menjadi fokus mediasi mencakup berbagai wilayah dan aktor, mulai dari konflik Palestina hingga konflik yang lebih luas seperti India-Pakistan dan Rusia-Ukraina. "Insyaallah kami akan menjadi mediator perdamaian. Kami tidak menegasikan konflik yang ada, tetapi put all the things on the table, lihat dari seluruh perspektif dan kami cari common ground, kesamaan," ujar Mardani.
Mardani juga menekankan pentingnya pendekatan yang tidak memihak. "Kami ingin cover both sides, cover multiside. Yang penting cari solusi yang berbasis perdamaian," tambahnya. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mencari solusi yang adil dan diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik.
Lebih lanjut, Mardani menyampaikan pandangannya tentang pentingnya perdamaian berdasarkan ajaran agama Islam. "Tidak ada manfaat dari perang. Nah, kita apalagi negara-negara Islam yang katanya Allah 'kan innamal-mu'minuna ikhwatun, orang beriman itu bersaudara, maksudnya enggak boleh ada pertumpahan darah," tegasnya. Pernyataan ini menggarisbawahi landasan moral dan filosofis dari peran Indonesia sebagai mediator perdamaian.
Konferensi Ke-19 PUIC: Momentum Perdamaian
Konferensi Ke-19 PUIC, yang bertepatan dengan peringatan 25 tahun PUIC, menjadi momentum penting bagi parlemen Indonesia untuk menunjukkan komitmennya terhadap perdamaian dunia. Acara ini memberikan kesempatan bagi parlemen Indonesia untuk berinteraksi dengan delegasi dari berbagai negara, membangun hubungan diplomatik, dan berbagi pengalaman dalam upaya perdamaian.
Dengan dihadiri oleh ratusan delegasi dari berbagai negara, konferensi ini menjadi platform yang ideal untuk membahas berbagai isu perdamaian dan keamanan global. Peran Indonesia sebagai mediator diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam upaya menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di dunia.
Sebagai penutup, peran parlemen Indonesia dalam memediasi konflik internasional menandakan komitmen negara dalam membangun perdamaian dunia. Melalui pendekatan yang netral dan mengedepankan solusi damai, Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi penyelesaian berbagai konflik global.
Konferensi PUIC 2025 bukan hanya sekadar pertemuan, tetapi menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam membangun perdamaian dunia. Semoga upaya ini dapat memberikan dampak positif bagi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.