Pemberhentian Dua Kades di Mukomuko: Korupsi dan Perselingkuhan
Pemerintah Kabupaten Mukomuko memberhentikan dua kepala desa; satu karena korupsi dana desa, dan satu lagi karena perselingkuhan.

Mukomuko, Bengkulu - Pemerintah Kabupaten Mukomuko mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan dua kepala desa. Salah satu kepala desa diberhentikan karena terbukti terlibat kasus korupsi dana desa, sementara yang lainnya karena perselingkuhan. Informasi ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mukomuko, Abdiyanto, Senin lalu.
Kedua kepala desa yang diberhentikan adalah Kades Air Berau dari Kecamatan Pondok Suguh dan Kades Sinar Laut. Kades Sinar Laut mendapat sanksi pemberhentian sementara, sementara jabatannya digantikan oleh perangkat desa setempat. Sedangkan Kades Air Berau diberhentikan tidak hormat. Kasus korupsi dana desa dan perselingkuhan ini menjadi sorotan publik dan mengungkap masalah serius dalam pemerintahan desa.
Pemberhentian Kades Air Berau telah melalui proses yang panjang. Diawali oleh usulan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat setempat kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Usulan tersebut didasarkan pada hasil rapat masyarakat yang terdokumentasi dalam berita acara. Laporan masyarakat menyebutkan Kades Air Berau dua kali tertangkap basah berselingkuh dengan perempuan yang sudah bersuami. Kasus terakhir bahkan sampai dilaporkan ke pihak kepolisian.
Berbeda dengan kasus Kades Air Berau, Kades Sinar Laut diberhentikan sementara karena telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana desa. Kasus ini terkait pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Harapan Jaya pada tahun anggaran 2016 hingga 2018. Selain Kades Sinar Laut, dua tersangka lain juga ditetapkan, yaitu sekretaris desa dan direktur BUMDes Harapan Jaya.
Selama tiga tahun, BUMDes Harapan Jaya menerima dana desa sebesar Rp159 juta. Namun, dana tersebut diduga disalahgunakan dan tidak dipertanggungjawabkan dengan benar. Ketiga tersangka diduga menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Inspektorat Kabupaten Mukomuko memperkirakan kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp160 juta.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana desa. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan dana yang dapat merugikan masyarakat. Pemberhentian kedua kepala desa ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi kepala desa lainnya dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.
Kejadian ini juga menyoroti perlunya mekanisme yang lebih efektif dalam pengawasan dan pertanggungjawaban penggunaan dana desa. Langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk memastikan dana desa digunakan sesuai peruntukannya dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Selain itu, peningkatan kapasitas aparatur desa dalam pengelolaan keuangan dan manajemen BUMDes juga perlu diperhatikan.