Pendidikan di Era Baru: Kolaborasi, Kunci Sukses Generasi Muda Indonesia
Kebijakan pendidikan baru di Indonesia di bawah Kabinet Prabowo-Gibran, yang menekankan kolaborasi dan mengurangi beban akademik, memicu pro dan kontra, namun kemampuan kolaboratif dinilai penting untuk kesuksesan masa depan.

Jakarta, 02 Mei 2024 (ANTARA) - Sistem pendidikan dasar dan menengah Indonesia memasuki babak baru di bawah kepemimpinan Kabinet Prabowo-Gibran. Sejumlah kebijakan strategis diluncurkan, mengubah lanskap pendidikan Tanah Air secara signifikan, mulai dari penggantian Ujian Nasional (UN) dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA), hingga penambahan mata pelajaran koding dan kecerdasan buatan (AI).
Perubahan ini memicu beragam reaksi, khususnya dari orang tua murid yang merasa kebingungan dengan kebijakan baru yang terkesan mendadak. Pemberlakuan TKA, misalnya, dinilai tidak sepenuhnya menghargai proses pembelajaran yang telah dijalani siswa selama bertahun-tahun. "Meskipun ‘dicibir’ sebagai nilai ‘sedekah’, penilaian guru sepanjang proses pembelajaran dianggap lebih fair daripada tes tulis (TKA)," ungkap salah satu orang tua murid.
Di sisi lain, kebijakan mengembalikan sistem penjurusan di SMA juga menuai pro dan kontra. Namun, inti dari perubahan ini adalah sebuah pemahaman penting: keberhasilan anak didik tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik semata.
Memahami Pentingnya Kolaborasi
Anak-anak memiliki dua kemampuan utama: akademik dan kolaboratif. Seringkali, anak dengan kemampuan akademik tinggi kurang mahir dalam kolaborasi, cenderung soliter. Sebaliknya, anak yang unggul dalam kolaborasi belum tentu memiliki kemampuan akademik yang luar biasa. Kegagalan dalam TKA bukan berarti akhir dari segalanya. Kemampuan kolaboratif, seperti kerja sama tim dan kepemimpinan, sama pentingnya untuk kesuksesan di masa depan.
Kebijakan penjurusan di SMA pun didasarkan pada pemahaman ini. Anak didik diberikan pilihan sesuai potensi mereka, baik di bidang akademik maupun kolaboratif. Hal ini penting untuk mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan nyata yang kompleks.
"Kemampuan kolaboratif harus dipupuk sejak dini agar anak didik dapat berhasil dalam pendidikannya dan kehidupan di masyarakat," tegas seorang pakar pendidikan.
Muatan Berlebih dan Tantangan AI
Sistem pendidikan kita selama ini seringkali dibebani muatan berlebih, fokus pada menghafal tanpa mengasah soft skill. Ironisnya, anak yang pintar secara akademik belum tentu mampu bersosialisasi dan beradaptasi di lingkungan masyarakat. Ini bertentangan dengan visi pemerintah untuk memanfaatkan bonus demografi Indonesia.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dalam video monolognya, menekankan pentingnya mempersiapkan kualitas sumber daya manusia yang setara dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar. Tantangan lain adalah kehadiran AI yang berpotensi menggantikan beberapa profesi manusia. Oleh karena itu, pendidikan koding dan AI dimasukkan ke dalam kurikulum untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era teknologi ini.
"Kemampuan mengelola AI harus disiapkan sejak dini. Kita akan tertinggal jauh dari negara lain jika tidak mengantisipasi hal ini sejak awal," jelas Menteri Dikdasmen.
Agenda Ke Depan: Sinergi Kebijakan, Sekolah, dan Orang Tua
Kementerian Dikdasmen memiliki peran krusial dalam membangun pemahaman orang tua tentang pentingnya pengembangan kemampuan kolaboratif. Dunia kerja membutuhkan generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mampu bekerja sama, berkomunikasi, dan beradaptasi. Sekolah dan orang tua harus menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan menghargai keberagaman potensi anak.
Sekolah perlu mengubah paradigma, tidak lagi sekadar menjadi lembaga bimbingan belajar (LBB) yang berfokus pada ujian. Sekolah harus fokus pada pengembangan kemampuan kolaboratif dan akademik melalui proses pembelajaran yang holistik. Dengan sinergi yang baik antara kebijakan, sekolah, dan orang tua, Indonesia dapat menghasilkan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.
*) Yayan Sakti Suryandaru adalah Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.