Pengamat: Agenda Mundurkan Profesionalisme TNI Merugikan Reformasi
Direktur Imparsial, Al Araf, menilai agenda yang berupaya mengurangi profesionalisme TNI dapat membahayakan proses reformasi dan mengancam prinsip demokrasi di Indonesia.

Jakarta, 4 Maret 2024 (ANTARA) - Direktur Imparsial, Al Araf, menyatakan keprihatinannya terhadap agenda yang dinilai dapat menurunkan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam pandangannya, langkah-langkah tersebut kontraproduktif terhadap semangat reformasi yang tengah berjalan di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Araf saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Sejak era reformasi, fungsi TNI ditegaskan sebagai alat pertahanan negara semata, terlepas dari aktivitas sosial-politik. Araf menekankan bahwa keterlibatan militer dalam politik pada masa Orde Baru, yang dikenal dengan sistem 'dwifungsi', telah menimbulkan masalah serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia mengingatkan pentingnya menjaga agar TNI tetap fokus pada tugas utamanya.
Araf menegaskan, "Dari semua konsep dan teori yang menjelaskan tentang militer, selalu bicara satu hal; militer direkrut, diorganisasikan, dilatih, dipersenjatai, itu untuk kepentingan pertahanan. Ini pakem militer sejak jaman dulu." Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga profesionalitas TNI agar tetap sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai penjaga kedaulatan negara.
Profesionalisme TNI dan UU Nomor 34 Tahun 2004
Penjelasan lebih lanjut diberikan Araf terkait Pasal 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut mendefinisikan tentara profesional sebagai tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi dengan baik, tidak terlibat politik praktis, tidak berbisnis, kesejahteraannya terjamin, dan mengikuti kebijakan politik negara yang demokratis, menjunjung supremasi sipil, hak asasi manusia, serta hukum nasional dan internasional.
Araf mengungkapkan kekhawatirannya bahwa revisi UU TNI berpotensi bertentangan dengan pasal tersebut. "Mudah-mudahan agenda revisi UU TNI ini tidak menabrak Pasal 2 UU TNI, walau kritik kami terhadap RUU yang disampaikan pemerintah yang kita dapat, itu menabrak rambu-rambu profesionalitas," ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya potensi konflik antara revisi UU dan prinsip-prinsip profesionalisme TNI yang telah ditetapkan.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan TNI dalam kegiatan sosial dan politik sudah tidak relevan lagi di era sekarang. Menurutnya, konteks geopolitik pasca runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin telah mendorong negara-negara di dunia untuk mengutamakan profesionalisme militer.
Era Pasca Perang Dingin dan Profesionalisme Militer
Araf menjelaskan bahwa sebelum runtuhnya Uni Soviet dan tembok Berlin, diskusi mengenai tentara yang berpolitik atau tentara pretorian masih relevan. Namun, perubahan geopolitik pasca Perang Dingin dan era demokratisasi telah mengubah paradigma tersebut. Negara-negara di dunia kini lebih menekankan pada profesionalisme militer.
Menurutnya, "Hari ini 20 tahun sejak UU TNI disahkan, mudah-mudahan semangat kita sama, kita ingin tetap militer profesional." Pernyataan ini menunjukkan harapan agar semangat profesionalisme TNI tetap terjaga dan diimplementasikan dengan baik.
Kesimpulannya, Araf menekankan pentingnya menjaga profesionalisme TNI sebagai pilar utama dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara. Ia mengingatkan bahwa upaya untuk mengurangi profesionalisme TNI dapat berdampak negatif terhadap proses reformasi dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya kehati-hatian dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan TNI agar tetap selaras dengan semangat reformasi dan prinsip-prinsip demokrasi.