Peneliti TII: Revisi UU TNI Ancam Supremasi Sipil, Perlu Waspada!
Peneliti TII ingatkan revisi UU TNI berpotensi melemahkan supremasi sipil dan mengancam demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998.

Jakarta, 14 Maret 2024 - Wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI kembali mengemuka dan menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pihak. Christina Clarissa Intania, peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), mengingatkan pentingnya menjaga supremasi sipil dalam proses revisi tersebut. Ia menyoroti usulan yang memungkinkan prajurit aktif TNI menduduki jabatan sipil, sebuah langkah yang dinilai berpotensi mengancam demokrasi Indonesia.
Kekhawatiran utama Christina terletak pada potensi meluasnya pengaruh militer dalam pemerintahan. Ia menegaskan bahwa UU TNI saat ini telah mengatur secara jelas larangan bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali beberapa pengecualian yang telah ditetapkan. Usulan revisi yang membuka peluang bagi prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil, terutama di tingkat pemerintah pusat, dinilai sebagai kemunduran dari semangat reformasi 1998 yang bertujuan menghapus dwifungsi ABRI.
Christina menekankan bahwa dukungan terhadap wacana tersebut telah melampaui batas kewajaran dan berpotensi mengancam demokrasi. Ia memperingatkan agar mekanisme pembentukan undang-undang tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. "Dalih merevisi RUU TNI untuk mengizinkan penambahan jabatan sipil yang bisa dijabat TNI aktif yang diklaim untuk memberikan pembatasan yang jelas dan kepastian hukum tidak bisa dijadikan alasan," tegas Christina.
Supremasi Sipil: Pilar Demokrasi Indonesia
Christina mengajak bangsa Indonesia untuk belajar dari sejarah dan berkomitmen teguh pada prinsip supremasi sipil. Ia menekankan pentingnya menjaga demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, menurutnya, memiliki tanggung jawab untuk menjaga muruah demokrasi. Oleh karena itu, ia mendorong agar wacana perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI tidak dilanjutkan.
Senada dengan kekhawatiran Christina, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menegaskan komitmen TNI untuk tetap mengedepankan prinsip supremasi sipil. Agus menyatakan bahwa TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil. Hal ini disampaikan Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3). "TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil, serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya," ujar Agus.
TNI, menurut Panglima, memandang prinsip supremasi sipil sebagai elemen fundamental negara demokrasi. Oleh karena itu, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil harus dijaga. Pernyataan Panglima TNI ini diharapkan dapat memberikan jaminan dan menenangkan kekhawatiran publik terkait revisi UU TNI.
Ancaman terhadap Demokrasi
Meskipun Panglima TNI telah menyatakan komitmennya terhadap supremasi sipil, kekhawatiran Christina tetap beralasan. Potensi pengaruh militer yang lebih besar dalam pemerintahan dapat melemahkan sistem demokrasi yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Hal ini dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penegakan hukum, kebijakan publik, dan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan seluruh stakeholder untuk berhati-hati dalam membahas revisi UU TNI. Proses revisi harus dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik yang luas. Supremasi sipil harus menjadi acuan utama dalam setiap keputusan yang diambil. Jangan sampai revisi UU TNI justru melemahkan demokrasi dan mengancam masa depan bangsa Indonesia.
Lebih lanjut, penting untuk memastikan bahwa revisi UU TNI tidak membuka celah bagi kepentingan politik tertentu. Semua pihak harus berkomitmen untuk menjaga integritas proses legislasi dan memastikan bahwa revisi tersebut benar-benar demi kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok tertentu.
Sejarah telah mengajarkan kita betapa pentingnya menjaga supremasi sipil. Pengalaman masa lalu harus menjadi pelajaran berharga agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Oleh karena itu, mari kita jaga bersama demokrasi Indonesia dan pastikan bahwa revisi UU TNI tidak mengancam pilar-pilar demokrasi yang telah susah payah kita bangun.