DPR Awasi Ketat UU TNI Baru: Cegah Pelanggaran Hak Sipil
Anggota Komisi I DPR meminta pengawasan ketat terhadap perluasan wewenang TNI dalam UU baru agar tidak melanggar hak-hak sipil, meskipun sepakat dengan penguatan pertahanan siber.

Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyoroti perluasan wewenang TNI dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. UU yang telah disahkan ini menuai perhatian, khususnya terkait potensi pelanggaran hak-hak masyarakat sipil. Perluasan wewenang tersebut perlu diawasi ketat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan tetap menghormati prinsip demokrasi.
Pernyataan tersebut disampaikan Amelia dalam siaran pers yang diterima Antara pada Kamis. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menerapkan perluasan wewenang TNI. "Kami di DPR juga menekankan bahwa perluasan kewenangan ini harus dilakukan secara hati-hati, tetap menghormati prinsip demokrasi, dan tidak boleh melampaui batas yang dapat mengganggu supremasi sipil," tegasnya. Meskipun demikian, secara umum, Amelia menyatakan dukungan terhadap substansi UU TNI karena dinilai dapat memperkuat pertahanan negara.
UU TNI yang baru dinilai memberikan landasan hukum yang kuat bagi TNI, terutama dalam menghadapi tantangan keamanan modern seperti perang siber dan perang hibrida. Penguatan pertahanan siber menjadi poin penting yang disoroti oleh Amelia. Hal ini dianggap krusial dalam menjaga kedaulatan digital Indonesia.
Wewenang TNI dalam Jabatan Sipil: Aturan Ketat Diberlakukan
Terkait penempatan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil, Amelia menjelaskan bahwa hal tersebut hanya diperbolehkan di beberapa instansi tertentu yang telah diatur dalam undang-undang. Ia menegaskan pentingnya pemisahan status militer ketika anggota TNI aktif menduduki jabatan sipil. "Untuk jabatan sipil selain yang dikecualikan - selain 14 jabatan tertentu yang dibahas - kami tegaskan bahwa anggota TNI aktif yang akan mendudukinya harus terlebih dahulu mundur atau pensiun dari kedinasan aktif militernya, agar benar-benar terpisah status militernya ketika mengemban tugas sipil,” tegas politisi Fraksi Partai NasDem ini.
Sebanyak 14 kementerian dan lembaga telah ditetapkan sebagai tempat penempatan anggota TNI aktif. Sembilan di antaranya telah diatur dalam UU TNI tahun 2004, sementara lima lainnya merupakan tambahan yang telah ada dalam UU dan Perpres sebelum tahun 2022. Perubahan ini tertuang dalam revisi UU TNI 2025.
Perluasan wewenang ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan koordinasi dalam menghadapi berbagai tantangan keamanan nasional. Namun, DPR menekankan pentingnya pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia.
Daftar Kementerian/Lembaga yang Dapat Dimasuki Prajurit Aktif
Berikut daftar Kementerian/Lembaga yang dapat dimasuki prajurit aktif berdasarkan revisi UU TNI:
- Daftar Kementerian/Lembaga eksisting:
- Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara
- Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional
- Sekretaris Militer Presiden (dalam revisi UU TNI menjadi Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden)
- Intelijen Negara
- Siber dan/atau Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Search and Rescue (SAR) Nasional
- Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Daftar 5 Kementerian/Lembaga tambahan:
- Pengelola Perbatasan
- Penanggulangan Bencana
- Penanggulangan Terorisme
- Keamanan Laut
- Kejaksaan Republik Indonesia
Penting untuk diingat bahwa penempatan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tetap mengedepankan supremasi sipil. DPR akan terus mengawasi implementasi UU TNI yang baru agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak sipil.