Golkar Dukung Pengesahan RUU TNI: Prosedur Sesuai, Demi Kemajuan Bangsa
Partai Golkar menyatakan dukungannya terhadap pengesahan RUU TNI yang telah melalui prosedur resmi DPR RI, menekankan pentingnya sosialisasi dan niat baik dalam perubahan undang-undang tersebut.

Jakarta, 21 Maret 2024 - Partai Golkar menyatakan dukungannya terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru saja disahkan DPR RI. Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menilai proses persetujuan RUU tersebut telah sesuai prosedur dan layak didukung. Pengesahan RUU ini disaksikan oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, menandai babak baru dalam regulasi kekuatan pertahanan Indonesia.
Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa Partai Golkar telah mengikuti proses pembahasan RUU TNI sejak awal, mulai dari internal fraksi hingga di Komisi I DPR. Ia menekankan, "Saya pikir semuanya sudah berjalan sebagaimana mestinya, tinggal kita sosialisasikan ya," ujarnya saat ditemui di Bogor, Jawa Barat. Pernyataan ini menunjukkan kepercayaan Partai Golkar terhadap proses legislatif yang telah berlangsung.
Bahlil juga menyampaikan keyakinannya bahwa anggota dewan telah mempertimbangkan berbagai aspek demi kebaikan bangsa dalam pembahasan RUU ini. Sikap optimis ini disampaikan singkat dengan kalimat, "Semuanya punya niat yang baik ya." Pernyataan ini menggarisbawahi optimisme Partai Golkar terhadap dampak positif revisi undang-undang tersebut terhadap masa depan Indonesia.
RUU TNI Disahkan: Perubahan Strategis untuk TNI
Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 20 Maret 2024, resmi menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin rapat tersebut dan menerima persetujuan dari para peserta rapat. Pengesahan ini disaksikan oleh sejumlah pejabat penting, menunjukkan pentingnya revisi undang-undang ini bagi pemerintah.
RUU TNI mengalami empat poin perubahan signifikan. Pertama, Pasal 3 tentang kedudukan TNI yang tetap berada di bawah Presiden terkait pengerahan dan penggunaan kekuatan. Koordinasi dengan Kementerian Pertahanan difokuskan pada strategi pertahanan dan dukungan administrasi terkait perencanaan strategis. Hal ini menegaskan supremasi sipil dalam kendali militer.
Kedua, perubahan pada Pasal 7 mengenai Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Tugas pokok TNI bertambah dari 14 menjadi 16, mencakup penanggulangan ancaman siber dan perlindungan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri. Penambahan ini mencerminkan adaptasi TNI terhadap tantangan keamanan modern.
Ketiga, revisi Pasal 47 tentang jabatan sipil yang dapat diisi prajurit TNI aktif. Jumlah bidang jabatan sipil bertambah dari 10 menjadi 14, namun tetap tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku. Prajurit TNI harus mengundurkan diri atau pensiun jika ingin mengisi jabatan sipil di luar ketentuan tersebut. Perubahan ini bertujuan untuk mengatur lebih jelas keterlibatan prajurit TNI dalam sektor sipil.
Perubahan Usia Pensiun dan Prinsip Demokrasi
Perubahan keempat terdapat pada Pasal 53, yang mengatur perpanjangan usia pensiun bagi prajurit TNI. Bintara dan tamtama akan pensiun pada usia 55 tahun, perwira hingga kolonel pada usia 58 tahun, dan perwira tinggi hingga bintang empat pada usia 63-65 tahun. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan pengalaman di jajaran TNI.
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menegaskan bahwa perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlandaskan nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta ketentuan hukum nasional dan internasional. Pernyataan ini menekankan komitmen DPR terhadap prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia dalam revisi undang-undang tersebut.
Dengan adanya revisi ini, diharapkan TNI dapat lebih efektif dan efisien dalam menjalankan tugasnya, serta mampu menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di masa depan. Sosialisasi yang menyeluruh akan menjadi kunci keberhasilan implementasi undang-undang yang baru ini.