Revisi UU TNI: Tegaskan Pembatasan, Bukan Perluasan Kewenangan
Kapuspen TNI menegaskan revisi UU TNI bertujuan menegaskan pembatasan, bukan memperluas kewenangan TNI dalam mengisi jabatan di kementerian dan lembaga sipil.

Jakarta, 25 Maret 2025 - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi, memberikan klarifikasi terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Ia menekankan bahwa revisi tersebut tidak bermaksud memperluas kewenangan TNI, melainkan menegaskan batasan-batasan yang telah ada.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi penambahan jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari semula 10 menjadi 14 K/L. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap prinsip meritokrasi sipil. Kapuspen TNI menjelaskan bahwa penambahan tersebut justru bertujuan untuk menegaskan pembatasan kewenangan, bukan perluasannya.
Penjelasan lebih lanjut diberikan terkait penambahan empat K/L baru dalam UU TNI yang direvisi. Kapuspen TNI menjelaskan bahwa sejak tahun 2004, sejumlah prajurit TNI aktif telah menjabat di berbagai K/L. Dengan adanya revisi UU ini, penempatan tersebut kini memiliki payung hukum yang jelas.
Penjelasan Kapuspen TNI Mengenai Revisi UU TNI
Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi menjelaskan bahwa Pasal 47 UU TNI yang direvisi menegaskan pembatasan kewenangan TNI. Ia mencontohkan kasus almarhum Doni Monardo yang memimpin BNPB pada tahun 2020. "Pada saat itu, tidak ada aturan dalam undang-undang yang mengizinkan seorang tentara aktif memimpin BNPB, tetapi tidak ada protes," ujarnya. "Sekarang, hal tersebut dituangkan dalam undang-undang untuk memberikan kejelasan hukum."
Lebih lanjut, Kapuspen TNI menekankan bahwa revisi UU TNI ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan transparansi terkait penempatan prajurit TNI aktif di berbagai K/L. Dengan demikian, diharapkan dapat menghindari potensi konflik dan menjaga prinsip meritokrasi sipil.
Ia juga menambahkan bahwa jumlah prajurit TNI yang bertugas di K/L tersebut telah terdata dengan baik. Data Mabes TNI per Februari 2025 menunjukkan jumlah prajurit TNI yang bertugas di beberapa K/L, antara lain: 2 prajurit di BNPB, 12 di BNPP, 18 di BNPT, 129 di Bakamla, dan 19 di Kejagung.
Pengesahan RUU TNI Menjadi Undang-Undang
Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 pada Kamis (20 Maret 2025) telah menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengajukan pertanyaan kepada peserta rapat, "Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" Pertanyaan tersebut disambut dengan jawaban setuju dari para peserta rapat.
Dengan disahkannya UU TNI yang baru, diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat dan jelas terkait peran serta prajurit TNI dalam pemerintahan. Namun, perlu diingat bahwa revisi ini menekankan pada pembatasan dan penegasan, bukan perluasan kewenangan TNI.
Pasal 47 UU TNI yang baru mengatur secara spesifik K/L yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, termasuk BNPB, BNPP, BNPT, Bakamla, dan Kejagung. Hal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan dan transparansi dalam penempatan prajurit TNI di sektor sipil.
Revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara TNI dan instansi pemerintah lainnya dalam menjalankan tugas-tugas negara, sekaligus menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan sipil.
Dengan adanya kejelasan hukum ini, diharapkan dapat tercipta tata kelola yang lebih baik dan terhindar dari potensi penyalahgunaan wewenang.