Koalisi Sipil Desak Transparansi Pembahasan RUU TNI: Pasal Bermasalah Ancam Demokrasi
Koalisi masyarakat sipil memprotes pembahasan tertutup RUU TNI yang dinilai bermasalah dan berpotensi melemahkan demokrasi serta HAM di Indonesia.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak transparansi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Protes ini muncul setelah mereka mendapati pembahasan RUU tersebut dilakukan secara tertutup di Jakarta pada Sabtu, 16 Maret 2024. Ketidaksetujuan ini disampaikan langsung oleh perwakilan koalisi yang berupaya memasuki ruang rapat panitia kerja (panja) DPR RI.
Andrie Yunus, Wakil Koordinator KontraS dan salah satu anggota koalisi, menyatakan, "Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup." Ia menilai pembahasan tertutup tersebut bertentangan dengan komitmen transparansi dan partisipasi publik yang seharusnya diutamakan dalam proses legislasi. Ketiga perwakilan koalisi yang menerobos ruang rapat kemudian dikeluarkan oleh petugas keamanan, namun tetap menyuarakan aspirasinya di luar ruangan.
Aksi ini menandai keprihatinan mendalam koalisi terhadap isi RUU TNI. Mereka khawatir pasal-pasal bermasalah dalam RUU tersebut dapat mengancam demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Ketidaksetujuan ini bukan tanpa alasan, mengingat dampak potensial dari revisi UU TNI yang dinilai krusial bagi masa depan bangsa.
RUU TNI Dinilai Berpotensi Melemahkan Profesionalisme Militer
Andrie Yunus mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi pelemahan profesionalisme militer akibat revisi UU TNI. Ia menilai revisi ini berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI, yang memungkinkan militer aktif menduduki jabatan sipil. Hal ini, menurutnya, sangat berbahaya bagi sistem demokrasi Indonesia.
Perluasan penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil dinilai tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI. Risiko yang muncul, antara lain, dominasi militer di ranah sipil, potensi konflik kepentingan dalam pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda yang dapat menggoyahkan stabilitas pemerintahan.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan kurangnya keterbukaan dalam proses pembahasan RUU TNI. Proses yang tertutup membuat publik sulit untuk mengawasi dan memberikan masukan, sehingga berpotensi menghasilkan undang-undang yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Koalisi mendesak agar pemerintah dan DPR RI membuka akses publik dalam proses pembahasan RUU TNI. Hal ini penting untuk memastikan bahwa RUU tersebut disusun secara demokratis dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.
Pembahasan RUU TNI: Fokus pada Masa Pensiun dan Usia
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, memberikan penjelasan terkait pembahasan RUU TNI yang telah mencapai 40 persen dari total 92 Daftar Isian Masalah (DIM). Ia mengungkapkan bahwa pembahasan yang dilakukan sejak Jumat, 14 Maret 2024, hingga Sabtu, 16 Maret 2024, difokuskan pada beberapa hal, seperti usia pensiun dan masa tugas anggota TNI.
"Kemarin lebih banyak dibahas intens itu tentang umur, masa pensiun, kemudian dibicarakan juga dihitung variabel bagaimana kalau bintara, tamtama, pensiun umur sekian, dan sebagainya," ujar Hasanuddin. Pembahasan ini, menurutnya, masih akan berlanjut hingga Minggu, 16 Mei 2024.
Meskipun fokus pembahasan saat ini tertuju pada aspek teknis seperti masa pensiun, koalisi sipil tetap menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam keseluruhan proses pembahasan RUU TNI. Mereka berharap agar pemerintah dan DPR RI dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat sipil dalam penyusunan RUU yang sangat krusial ini.
Ketidakhadiran transparansi dan partisipasi publik dalam pembahasan RUU TNI menimbulkan kekhawatiran akan munculnya pasal-pasal yang berpotensi merugikan masyarakat dan melemahkan demokrasi. Oleh karena itu, desakan koalisi sipil untuk pembahasan yang terbuka dan partisipatif perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Ke depan, penting bagi pemerintah dan DPR RI untuk memastikan proses legislasi berjalan secara demokratis dan akuntabel. Partisipasi publik merupakan kunci untuk menghasilkan RUU yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Indonesia.