Revisi UU TNI: Perlu Kajian Mendalam untuk Jaga Supremasi Sipil
Pengamat hukum menilai revisi UU TNI perlu dikaji mendalam agar tak mengurangi prinsip demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia, terutama terkait wacana perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana? Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tengah menjadi sorotan, khususnya wacana yang memungkinkan prajurit aktif TNI menduduki jabatan sipil. Peneliti hukum The Indonesian Institute, Christina Clarissa Intania, menyoroti perlunya kajian mendalam terhadap revisi ini. Pernyataan ini disampaikan di Bengkulu pada Senin, 18 Maret, menanggapi perdebatan yang berkembang seputar RUU TNI. Kajian mendalam diperlukan agar revisi UU TNI tidak menggerus prinsip supremasi sipil dan semangat Reformasi 1998 yang menekankan pemisahan peran militer dan pemerintahan sipil. Kekhawatiran muncul karena perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif berpotensi meningkatkan intervensi militer dalam pemerintahan.
Perdebatan seputar revisi UU TNI ini melibatkan berbagai pihak, termasuk politisi yang pro dan kontra terhadap wacana tersebut. Beberapa politisi mendukung perluasan peran TNI dalam jabatan sipil, sementara pihak lain, termasuk Christina Intania, mengungkapkan keprihatinan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terkait dampak potensial dari revisi UU TNI terhadap sistem pemerintahan dan demokrasi di Indonesia.
RUU TNI yang direvisi berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap keseimbangan kekuasaan dan tata kelola pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu, kajian komprehensif sangat penting untuk memastikan revisi UU TNI tetap selaras dengan prinsip-prinsip reformasi dan tidak menimbulkan ketidakpastian dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal ini juga penting untuk menjaga marwah demokrasi yang telah susah payah diperjuangkan sejak reformasi.
Potensi Ancaman terhadap Supremasi Sipil
Christina Intania menekankan pentingnya mempertimbangkan kembali wacana perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI. Ia mengingatkan bahwa hal ini berpotensi mengancam prinsip supremasi sipil yang menjadi pilar utama demokrasi di Indonesia. "Sebagai negara demokrasi, Undang-Undang TNI telah mengatur secara jelas bahwa prajurit aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil, kecuali pada beberapa posisi tertentu yang telah ditetapkan. Wacana perluasan ini perlu dipertimbangkan kembali agar tidak bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang menegaskan pemisahan peran antara militer dan pemerintahan sipil," tegas Christina.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perluasan peran TNI dalam pemerintahan sipil dapat membuka ruang bagi intervensi militer dalam proses pengambilan keputusan politik. Hal ini dapat melemahkan peran sipil dan menghambat perkembangan demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, kajian yang matang dan komprehensif diperlukan untuk mengantisipasi potensi risiko tersebut.
Christina juga mengajak semua pihak untuk belajar dari sejarah dan memastikan agar setiap kebijakan yang diambil tetap sejalan dengan prinsip demokrasi. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan kekuasaan antara sipil dan militer agar tidak menimbulkan ketidakpastian dalam sistem pemerintahan.
Perlunya Kajian Komprehensif dan Partisipatif
Christina Intania menyarankan agar regulasi yang ada dikaji secara komprehensif. Kajian ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak jangka panjang terhadap tata kelola pemerintahan dan keseimbangan demokrasi. "Dukungan terhadap gagasan ini memang ada, namun kita juga harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap tata kelola pemerintahan dan keseimbangan demokrasi," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam proses kajian ini, termasuk akademisi, pakar hukum, tokoh masyarakat, dan perwakilan dari berbagai elemen masyarakat. Partisipasi yang luas akan memastikan bahwa revisi UU TNI mengakomodasi kepentingan dan aspirasi seluruh lapisan masyarakat.
Proses revisi UU TNI harus transparan dan akuntabel. Semua pihak harus memiliki akses yang sama terhadap informasi terkait revisi tersebut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa revisi UU TNI dilakukan secara demokratis dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.
Dengan demikian, kajian yang komprehensif dan partisipatif akan menghasilkan revisi UU TNI yang lebih baik dan mampu menjaga prinsip supremasi sipil serta memperkuat demokrasi di Indonesia.
Saat ini, wacana revisi UU TNI masih dalam tahap pembahasan. Berbagai pandangan dan masukan dari berbagai pihak akan terus dipertimbangkan sebelum keputusan final ditetapkan. Proses ini diharapkan dapat menghasilkan revisi UU TNI yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.