Perbankan Nasional Jaga Pertumbuhan Kredit di Tengah Tantangan Global
Perbankan di Indonesia menerapkan strategi prudent untuk menjaga pertumbuhan kredit meskipun menghadapi tantangan ekonomi global, dengan tetap mengutamakan kualitas aset dan likuiditas.

Jakarta, 24 April 2025 - Wakil Ketua Umum I Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Alexandra Askandar, menyatakan keyakinannya bahwa bank-bank nasional akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam menjaga pertumbuhan kredit di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal ini disampaikan setelah beliau mengikuti program siniar ANTARA TV di Grha BNI, Jakarta. Pernyataan ini menanggapi tantangan ekonomi global yang sedang berlangsung dan dampaknya terhadap sektor perbankan Indonesia.
Alexandra menjelaskan bahwa bank-bank akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit, terutama ke sektor-sektor yang berpotensi terdampak kebijakan ekonomi global. "Khususnya untuk sektor-sektor tertentu yang dinilai akan sangat terdampak dengan adanya kebijakan tarif, saya yakin akan lebih dijaga, tidak seagresif waktu-waktu sebelum adanya trade war ini," ujarnya. Sikap ini menunjukkan komitmen perbankan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Pertumbuhan kredit yang lebih konservatif ini juga dipengaruhi oleh kondisi likuiditas. Rata-rata loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan saat ini berada di sekitar 90 persen, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Likuiditas yang tidak seluas periode sebelumnya akan menjadi faktor penentu dalam mendorong pertumbuhan kredit. Namun, Alexandra menekankan pentingnya menjaga kualitas aset (asset quality) dalam pengambilan keputusan kredit.
Antisipasi Risiko dan Upaya Mitigasi
Industri perbankan Indonesia secara aktif mengantisipasi risiko dan dampak rambatan global melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya adalah melakukan stress test untuk menilai ketahanan debitur, khususnya di sektor-sektor yang terdampak kebijakan tarif internasional. Alexandra meyakini bahwa manajemen risiko masing-masing bank telah mengantisipasi hal ini dengan baik. "Jadi saya yakin, ini semua sudah dilakukan dari sisi manajemen risiko dengan baik oleh masing-masing bank," tambahnya.
Selain stress test, perbankan juga waspada terhadap potensi peningkatan kredit macet (non-performing loan/NPL). Kerja sama yang erat antara industri perbankan dan regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sangat penting untuk meminimalkan risiko tersebut. Komunikasi yang kontinu antara kedua pihak dinilai krusial dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Data OJK menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan pada Februari 2025 mencapai 10,30 persen year on year (yoy), mencapai Rp7.825 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,75 persen yoy menjadi Rp8.926 triliun. Meskipun pertumbuhan DPK lebih rendah dari pertumbuhan kredit, OJK menilai likuiditas industri perbankan tetap memadai.
Kondisi Likuiditas dan Pertumbuhan Kredit
Pada Februari 2025, loan to deposit ratio (LDR) perbankan berada di level 87,67 persen. Rasio ini menunjukkan proporsi kredit terhadap dana pihak ketiga. Sementara itu, liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 210,14 persen, menunjukkan kemampuan perbankan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) juga masih di atas ambang batas (threshold).
Bank Indonesia (BI) juga mengamati kondisi likuiditas dan penyaluran kredit. Meskipun likuiditas masih memadai, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025 menyampaikan bahwa beberapa bank mulai menghadapi kendala dalam meningkatkan pendanaan. Pertumbuhan kredit pada Maret 2025 tercatat sebesar 9,16 persen yoy, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
BI memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini akan berada di kisaran bawah 11-13 persen. Ke depan, BI menekankan pentingnya memperhatikan risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik, karena hal ini dapat memengaruhi permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan.
Secara keseluruhan, industri perbankan Indonesia menunjukkan kehati-hatian dan kesiapan dalam menghadapi tantangan global. Strategi prudent, manajemen risiko yang baik, serta koordinasi yang solid antara perbankan dan regulator menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.